Bisnis.com,JAKARTA - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyambut baik langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.3/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal.
Pasalnya, melalui beleid tersebut, para petinggi emiten, yakni direksi dan/atau komisaris mesti bertanggung jawab atas kerugian perusahaan yang dialami, jika kerugian terjadi akibat secara langsung atau tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan emiten untuk kepentingan pribadi.
Selain itu, jika terlibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan emiten, dan secara melawan hukum menggunakan aset emiten yang mengakibatkan kewajiban keuangan emiten gagal terpenuhi.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Inarno Djajadi, menilai bahwa regulasi itu dapat meningkatkan aspek good corporate governance (GCG) bagi emiten bersangkutan.
“Kami tentu saja menyambut baik regulasi ini, karena akan meningkatkan aspek good corporate governance (GCG) bagi emiten, termasuk dorongan bagi para direksi dan komisaris untuk mendorong GCG tersebut,” ujarnya seperti dikutip, Sabtu (19/3).
Adapun dalam beleid tersebut juga diatur, emiten yang hengkang dari bursa mesti melakukan pembelian saham kembali alias buyback kepada investor ritel.
Baca Juga
OJK saat ini memang tengah gencar memperketat pengawasan terhadap pasar modal guna melindungi investor publik. Pasalnya belakangan banyak investor yang merasa dirugikan atas tindakan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan terbuka (Tbk).
Oleh sebab itu, via aturan baru tersebut, OJK mencoba mencegah potensi-potensi terjadinya fraud yang bisa saja coba dilakukan oleh petinggi perusahaan.
Hal senada dikatakan Dewan Kehormatan Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Theo Lekatompessy yang juga menyambut baik ketentuan anyar tersebut.
Meskipun, kata dia, dinilai masih ada beberapa kelemahan sehingga masih perlu disempurnakan, misalnya soal masih disamaratakannya sanksi untuk direksi dan komisaris.
Padahal kedua posisi tersebut punya porsi tanggung jawab dan kewajiban yang berbeda, sehingga sanksi untuk keduanya tidak bisa disamakan.
“Fungsi, wewenang, komisaris dan direksi itu berbeda, gaji dan bonus juga jauh berbeda, sehingga beban tanggung jawab jika ada masalah juga tidak bisa disamaratakan. Berat jika sanksi untuk komisaris disamakan dengan sanksi direksi,” katanya.
Lebih lanjut, dia menambahkan, perlu adanya mekanisme pemeriksaan awal bagi emiten yang diduga melakukan tindakan fraud.
Menurutnya hal itu berguna untuk menginventarisasi kesalahan-kesalahan masing-masing pihak, sehingga tanggung jawabnya juga jelas.