Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasar Nantikan Hasil FOMC Meeting, Dolar AS Kian Perkasa

Hingga pukul 19.07 WIB, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang utama bergerak naik 0,13 persen ke posisi 91,981.
Karyawan menunjukan dolar AS di Jakarta, Rabu (3/3/2021). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menunjukan dolar AS di Jakarta, Rabu (3/3/2021). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Dolar AS tampak memasang kuda-kuda untuk melanjutkan tren penguatannya menjelang hasil pertemuan bulanan The Fed atau Federal Open Market Committee (FOMC) periode Maret 2021.

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Rabu (17/3/2021) hingga pukul 19.07 WIB, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang utama bergerak naik 0,13 persen ke posisi 91,981.

Sepanjang tahun berjalan 2021 indeks dolar AS telah menguat hingga 2,71 persen. Reli indeks dolar AS dalam beberapa perdagangan terakhir, sempat membawa indeks dolar AS kembali ke level tinggi 92,312 pada 8 Maret 2021.

Analis Maybank, termasuk Saktiandi Supaat, Tan Yanxi, Fiona Lim, dan Christopher Wong, dalam publikasi riset terbarunya mengatakan bahwa pekan ini sentimen pasar akan tertuju kepada FOMC yang tampaknya akan kembali membantu dolar AS untuk menguat.

Dalam FOMC mendatang, pasar akan fokus terhadap penilaian ekonomi, panduan ke depan, dan keputusan The Fed tentang rasio leverage tambahan (supplementary leverage ratio/SLR).

Sebelumnya, Ketua The Fed Jerome Powell menyebutkan bahwa The Fed tidak fokus pada imbal hasil obligasi melainkan pada kondisi keuangan yang luas agar kondisi pasar tetap akomodatif di tengah krisis akibat pandemi Covid-19.

“Pengulangan retorika seperti itu dari hasil FOMC mendatang dapat memicu kenaikan imbal hasil lebih lanjut, merusak sentimen aset berisiko, dan meningkatkan dolar AS,” tulis analis Maybank dikutip dari publikasi risetnya, Rabu (17/3/2021).

Selain itu, pasar juga menanti keberlanjutkan kebijakan SLR. Untuk diketahui, ketentuan SLR itu bertujuan untuk mengarahkan bank-bank besar menahan lebih banyak modal terhadap asetnya. 

Pada April 2020, The Fed mengecualikan investasi obligasi AS dan deposito bank sebagai salah satu perhitungan SLR bank untuk membantu likuiditas pasar. Namun, ketentuan itu akan berakhir pada 31 Maret 2021 dan sejumlah bank besar pun mengharapkan adanya perpanjangan ketentuan tersebut.

Selain kepastian SLR, pasar juga akan memperhatikan dengan cermat panduan ke depan The Fed terutama setelah sejumlah bank sentral lain seperti ECB dan RBA telah mengisyaratkan untuk berbuat lebih banyak untuk menstabilkan pasar dan mempertahankan kondisi pembiayaan yang menguntungkan.

“Idealnya, The Fed perlu menunjukkan keprihatinan atas pergerakan imbal hasil dan volatilitas obligasi baru-baru ini dan mengungkapkan kapasitasnya untuk berbuat lebih banyak jika situasi menjadi lebih tidak teratur,” tulis Maybank.

Untuk suku bunga acuan AS, dua pertiga ekonom yang disurvei Bloomberg memperkirakan The Fed akan terus memberi sinyal tidak ada kenaikan dari suku bunga mendekati nol hingga 2023.

Di sisi lain, Maybank menjelaskan bahwa sesungguhnya sentimen pasar terhadap dolar AS terlihat lebih berhati-hati cenderung tenang. Kendati demikian, indeks dolar AS terpantau berhasil tetap merangkak naik dibantu tren peningkatan imbal hasil obligasi AS. 

Secara terpisah, Tim riset Monex Investindo Futures juga menjelaskan bahwa penguatan dolar AS akibat kenaikan imbal hasil obligasi, bahkan telah mengalahkan sejumlah katalis negatif dari fundamental ekonomi AS. 

“Penguatan dolar AS yang didukung kenaikan tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS telah menepis laporan ekonomi AS yang lebih buruk dari ekspektasi,” tulis Monex Investindo Futures seperti dikutip dari risetnya, Rabu (17/3/2021).

Untuk diketahui, penjualan ritel AS periode Februari tercatat lebih lemah dari perkiraan, yaitu turun 3 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Namun, pasar justru terlihat lebih mencerna keoptimisan terhadap proyeksi penjualan bulan selanjutnya yang lebih baik bersamaan dengan proyeksi lebih banyak bantuan stimulus yang akan memacu pengeluaran rumah tangga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper