Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Belum Tapering Off, Pasar Sudah Tantrum Duluan Kah?

Pasar saham dalam negeri belum terpengaruh oleh pergerakan obligasi AS, US Treasury. Namun, sejumlah pihak mengingatkan apabila kurs rupiah tidak stabil maka pergerakan harga saham juga bisa stagnan.
Karyawan memotret papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (8/3/2021). Bisnis/Abdurachman
Karyawan memotret papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (8/3/2021). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA - Kenaikan imbal hasil surat utang Amerika Serikat bertenor 10 tahun Treasury AS diperkirakan belum akan mengganggu stabilitas di pasar saham Indonesia saat ini.

Adapun, dampak lonjakan yield Treasury AS karena ekspektasi tapering off sudah terasa di pasar obligasi yang terlihat dari kenaikan yield Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun.

Direktur Avrist Asset Management Farash Farich menjelaskan kinerja pasar saham domestik masih positif sejak awal tahun (year-to-date/ytd) walau dukungan paling besar masih berasal dari saham berkapitalisasi menengah dan kecil serta saham likuid.

“Saat ini, tidak terlihat saham mengikuti volatilitas obligasi karena rotasi global [akibat lonjakan yield Treasury AS] tadi. Untuk berlindung dari kenaikan inflasi, baik bagi investor jangka panjang, berlindung di saham,” jelas Farash kepada Bisnis, Minggu (14/3/2021).

Kendati demikian, Farash melihat tantangan masih tak dapat terelakkan dari nilai tukar rupiah. Dia menilai apabila kurs rupiah tidak stabil maka pergerakan harga saham juga bisa stagnan.

Adapun, kenaikan harga efek surat utang di AS terjadi setelah stimulus jumbo digelontorkan. Baru-baru ini, Presiden AS Joe Biden mengalirkan stimulus jumbo US$1,9 triliun untuk menggairahkan perekonomian yang tertekan akibat pandemi.

Farash menunjukkan pada satu titik nantinya likuiditas yang membanjiri ekonomi itu akan mendorong inflasi sehingga tingkat suku bunga akan dikembalikan ke level normal atau yang biasa disebut tapering.

Tapering yang dilakukan Bank Sentral AS (Federal Reserve) pun sebelumnya memicu tantrum karena investor ramai-ramai meninggalkan pasar negara berkembang dan masuk ke aset di negara maju.

Realokasi aset itu melambungkan yield Treasury AS yang saat ini diperkirakan bisa menyentuh 2 persen. Korelasi yield SUN dengan yield Treasury AS yang begitu kuat pun membuat pasar obligasi Indonesia tertekan seketika karena harga turun.

Hal itu lah yang dikhawatirkan oleh pelaku pasar belakangan ini, bahwa muncul ekspektasi tapering akan dilakukan ketika pertumbuhan bisnis membaik, tingkat pengangguran turun, dan inflasi kembali normal.

“Jadi [saat ini] tantrum duluan sebelum tapering karena dianggap betul bisnis on track membaik dan inflasi naik bertahap seiring pemulihan,” jelas Farash.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper