Bisnis.com, JAKARTA - Sentimen pandemi Covid-19 yang membuat emiten pangkalan data (data center) melonjak cukup signifikan. Saham-saham emiten data center pun kini sudah terlalu mahal.
Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan, Frankie Wijoyo Prasetio ada beberapa emiten teknologi informasi (TI) yang memiliki sektor bisnis pangkalan data. Setidaknya ada tiga emiten yang memiliki portofolio data center dalam bisnisnya.
Ketiganya yakni PT DCI Indonesia Tbk. (DCII), PT Indointernet Tbk. (EDGE), dan PT Multipolar Technology Tbk. (MLPT).
Adapun, DCII baru saja melantai di bursa pada Rabu, 6 Januari 2021, disusul oleh EDGE yang melantai perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin, 8 Februari 2021.
"Untuk DCII sendiri harga sahamnya langsung merasakan manisnya efek auto reject atas [ARA], hampir setiap hari selama sebulan semenjak peluncurannya, dengan kenaikan luar biasa dari 525 per lembar, yang sekarang terhenti di 12.225," ujarnya kepada Bisnis, Minggu (14/3/2021).
Sementara itu, saham EDGE, walau sempat terbang tinggi dari harga penawaran umum perdana di level 8.850 naik hingga 37.825 per lembarnya, selanjutnya terkoreksi dan pada Jumat (12/3/2021) ditutup pada harga 13.400.
Baca Juga
Pelaku bisnis pangkalan data lainnya, pemain lama yaitu MLPT. Namun, pendapatan dari segemen bisnis tersebut masih tergolong kecil.
"Kendati pendapatan dari data center masih kecil, karena emiten ini memiliki lini bisnis yang cukup beragam berbasis TI, hal ini dirasa menopang kenaikan harga sahamnya secara konsisten," katanya.
Harga saham MLPT pada penutupan perdagangan Jumat berada di level 1.200, naik 1,27 persen, dengan kapitalisasi pasar Rp2,25 triliun.
Frankie menyebut sentimen yang menopang emiten-emiten tersebut berasal dari meningkatnya kebutuhan pangkalan data di Indonesia. Apalagi, masa pandemi pada 2020 mengharuskan masyarakat bekerja dari rumah (work from home/WFH) dan sekolah jarak jauh (daring).
"Untuk produk dan jasa emiten sektor ini tentu bakal tetap bertumbuh, apalagi banyak sektor bisnis yang mulai menggunakan platform digital. Namun, yang perlu dicermati adalah harga sahamnya apakah sudah sesuai dengan kinerjanya, yang mungkin baru dapat dilihat di laporan kuartal pertama di tahun ini," urainya.
Frankie pun tidak memiliki rekomendasi bagi emiten pangkalan data karena menurunya harga sahamnya sudah terlalu mahal. Investor diminta perlu memperhatikan kembali kinerjanya berdasarkan laporan keuangan kuartal I/2021.