Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah 3 dari 4 perusahaan unikorn di Indonesia diketahui pernah mendaftarkan diri ke Bursa Efek Indonesia.
Hal tersebut diungkapkan Komisaris Bursa Efek Indonesia Pandu Sjahrir dalam paparannya dalam acara Mandiri Manajemen Investasi Market Outlook 2021 yang diadakan secara daring, Rabu (10/3/2021).
Pandu menceritakan bagaimana lanskap pasar modal dunia telah berubah, yang mana kini perusahaan internet dan teknologi mendominasi pasar saham Amerika Serikat. Menurutnya, hal serupa juga dapat terjadi di Indonesia.
Dia menuturkan, Indonesia memiliki potensi yang tinggi di sektor perusahaan teknologi. Terbukti, di 6 dari 12 unikorn yang ada di Asia Tenggara berasal dari Indonesia dengan prakiraan valuasi US$27,4 miliar dolar AS.
“Ini pra-Covid 19 yang artinya, sekarang sudah dua kali lipatnya. Dan di akhir tahun ini diperkirakan akan dobel lagi,” tutur Pandu.
Menurutnya, bisnis terkait teknologi dan e-commerce menjadi sangat potensial saat ini, begitu pula dengan kinerja perusahaan yang terkait bidang tersebut. Alhasil, Pandu menilai jika perusahaan-perusahaan tersebut melakukan initial public offering di Bursa saat ini, harganya akan sangat terapresiasi.
Baca Juga
Dia pun membeberkan 4 perusahaan unikorn yang valuasinya saat ini sudah dapat masuk ke daftar penghuni big caps Indeks LQ45, yakni PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (Gojek), PT Tokopedia (Tokopedia), PT Bukalapak.com (Bukalapak), dan PT Trinusa Travelindo (Traveloka).
Berdasarkan data BEI, valuasi Gojek sekitar US$10 miliar atau Rp140 triliun dan bisa menempati posisi 9 di big caps, diikuti oleh Tokopedia dengan valuasi sekitar US$7 miliar atau RP98 triliun di posisi 13.
Berikutnya, Bukalapak diestimasi memiliki valuasi US$3,5 miliar atau Rp49 triliun dan berpotensi menempati urutan 30 di big caps LQ45 dan Traveloka yang memiliki valuasi US$3 miliar atau Rp42 triliun bisa duduk di ranking 34.
“Tiga dari empat unikorn ini sudah mendaftar ke Bursa. Saya tidak bisa sebut yang mana, tapi mereka sudah registrasi di BEI,” tuturnya.
Akan tetapi, Pandu menyebut valuasi dan kondisi tersebut terjadi ketika Covid-19 melanda dunia, yang artinya saat ini situasi telah berubah. Sayangnya dia tak menjelaskan lebih lanjut sejauh apa “perubahan” itu terjadi.
“Ini valuasi pra-Covid, ketika Covid. Jadi sekarang hal-hal sudah berubah. Itu saja yang bisa saya sampaikan [...] tapi publik bisa membandingkan lah dengan kondisi sekarang,” pungkasnya.