Bisnis.com, JAKARTA – Saham berkapitalisasi menengah dan kecil menarik perhatian di pasar modal seiring dengan porsi investor ritel domestik yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Direktur Panin Asset Management Rudiyanto menjelaskan investor lokal biasanya tidak memiliki preferensi investasi harus ke saham dengan kapitalisasi besar dan likuid seperti investor asing.
Akumulasi beli dari investor ritel domestik juga biasanya terjadi di saham-saham yang memang berfundamental baik maupun saham yang dispekulasikan atau pompom.
“Lebih tepatnya karena investor lokal tidak memiliki preferensi, sehingga saham-saham med-small caps yang tadinya kurang mendapat perhatian sekarang jadi mendapat perhatian,” kata Rudiyanto kepada Bisnis, Minggu (7/3/2021).
Adapun, Rudiyanto mengingatkan investor agar selalu memperhatikan strategi investasi saham baik secara fundamental maupun teknikal untuk saham-saham lapis kedua maupun ketiga.
Untuk pelaku pasar yang berinvestasi berbasis analisis fundamental, bisa dengan selalu memperhatikan valuasi harga saham. Biasanya, saham yang harganya naik tinggi didorong oleh valuasi yang sudah murah selain dari aksi spekulasi yang ada di pasar.
Baca Juga
Selanjutnya, sambung Rudiyanto, untuk investor berbasis analisis teknikal harus disiplin dengan rencana investasi.
“Jadi untuk poin keluar-masuknya harus diterapkan dengan disiplin karena ketika volatilitas tinggi, kita tidak disiplin, pas lagi turun kerugiannya bisa besar,” tutur Rudiyanto.
Dari sejumlah sektor yang ada di dalam indeks saham IDX SMC Composite maupun IDX SMC Liquid, Rudiyanto melihat kenaikan harga saham dari sentimen bank digital lebih banyak disebabkan spekulasi.
Dia menilai prospek bank digital yang patut dicermati adalah perbankan yang sudah jelas bekerjasama dengan e-commerce, seperti saham PT Bank Jago Tbk. (ARTO) yang terafiliasi dengan Gojek.
Selain Bank Jago, Bank BCA juga dinilai berpotensi lebih siap untuk bertransformasi menjadi bank digital namun emiten dengan kode saham BBCA ini tidak berada di kelompok saham dengan kapitalisasi menengah maupun kecil.
Sementara itu, saham emiten yang memiliki fundamental menjanjikan juga disebut berasal dari sektor menara telekomunikasi. Menurut Rudi, bisnis menara di Indonesia cenderung tidak memiliki kompetitor yang banyak dan marjinnya tinggi.
“[Untuk emiten menara] tinggal lihat valuasi saja. Secara fundamental bisnis ke depannya bagus karena pemain tidak banyak dan marjinnya tinggi,” tutur Rudiyanto.
Berdasarkan data Bloomberg per 5 Maret 2021, sebanyak 16 saham dari konstituen saham IDX SMC Composite mencatatkan kenaikan harga signifikan lebih dari 100 persen secara year-to-date.
Beberapa di antaranya a.l. PT Bank Bumi Arta Tbk. (BNBA) meroket 686,73 persen, PT Bank Artha Graha Internasional Tbk. (INPC) naik 400 persen, dan PT Bank IBK Indonesia Tbk. (AGRS) naik 294,61 persen.
Sementara itu, setidaknya dua saham dari indeks SMC Composite bahkan mencetak kapitalisasi pasar di atas Rp100 triliun dan bersanding dengan saham-saham big caps yaitu PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK) dan PT Bank Jago Tbk. (ARTO).
EMTK yang kini memiliki kapitalisasi pasar Rp122,47 triliun mengalami kenaikan harga sebesar 35,71 persen sejak awal tahun.
Sementara ARTO dengan kapitalisasi pasar Rp103,13 triliun melesat 55,81 persen sejak awal tahun.
Sedangkan dari indeks IDX SMC Liquid, kenaikan performa indeks turut didorong oleh dua saham emiten menara telekomunikasi yaitu PT Sarana Menara Nusantara Tbk. (TOWR) yang naik 22,40 persen dan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG) yang tumbuh 26,99 persen.