Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah kemungkinan akan berbalik terkoreksi pada Rabu (10/2/2021) besok seiring dengan sejumlah sentimen negatif dari dalam negeri.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, nilai rupiah diprediksi akan kembali melemah pada perdagangan besok. Salah satu faktor pemberat pergerakan rupiah esok adalah penurunan indeks penjualan riil pada Januari 2021.
Sebelumnya, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono memperkirakan kinerja penjualan eceran pada Januari 2021 akan tetap terjaga dengan kinerja pertumbuhan secara tahunan diperkirakan membaik. Namun, secara secara bulanan angka tersebut akan menurun.
Secara bulanan, dia mengatakan IPR Januari 2021 diperkirakan menurun sebesar -1,8 persen (mtm) sejalan dengan faktor musiman permintaan masyarakat yang menurun pasca HBKN (Hari Besar Keagamaan Nasional), di tengah penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali, serta faktor musim/cuaca dan bencana alam yang terjadi di sejumlah daerah.
Selain itu, perubahan aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) menjadi PPKM Mikro juga akan memicu pelemahan rupiah. Pasalnya, perubahan tersebut akan menimbulkan ketidakpastian bagi para investor.
“Rencana penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) juga bisa berdampak terhadap pergerakan nilai tukar besok,” katanya saat dihubungi pada Selasa (9/2/2021).
Baca Juga
Yusuf memprediksi, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan besok akan berada di kisaran Rp14.000 - Rp14.050.
Berdasarkan data Bloomberg pada Selasa (9/2/2021), nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 7,5 poin atau 0,05 persen menjadi Rp13.955 per dolar AS. Di saat yang sama pukul 15.15 WIB, indeks dolar melemah 0,23 persen ke level 90,745.
Sepanjang perdagangan, rupiah bergerak di level Rp13.995--Rp14.007,5, sementara secara tahun berjalan (ytd) rupiah sudah menguat 0,39 persen terhadap dolar AS.
Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan penguatan rupiah terhadap dolar AS hari ini didukung oleh sentimen minat pasar terhadap risiko yang meninggi sebagai dampak dari stimulus fiskal yang akan digelontorkan Presiden AS Joe Biden.
"Stimulus mendorong ekspektasi pemulihan ekonomi sehingga pelaku pasar masuk kembali ke aset berisiko. Minat pasar terhadap aset berisiko terlihat masih tinggi dengan menguatnya indeks-indeks saham global kemarin," ungkapnya kepada Bisnis, Selasa (9/2/2021).
Penguatan ini dipicu oleh optimisme perilisan stimulus fiskal besar AS senilai US$1,9 triliun. Proposal stimulus sudah disetujui DPR AS dan tinggal mendapatkan persetujuan dari Senat.
Proposal stimulus akan dengan mudah mendapatkan persetujuan Senat AS karena Partai Demokrat yang merupakan partai pemerintah, memegang mayoritas suara di Senat AS. Ekspektasi terhadap pemulihan ekonomi pun meningkat.