Bisnis.com, JAKARTA — Surat utang yang diterbitkan pada paruh pertama tahun ini, baik dari pemerintah maupun korporasi diproyeksi bakal terserap dengan baik.
Ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C. Permana mengatakan secara natural bentuk bisnis antara surat berharga negara (SBN), surat utang korporasi, dan surat utang lainnya berbeda, begitu pula dengan konsumen masing-masing surat utang.
Dia mencontohkan surat utang korporasi paling banyak diserap oleh reksa dana. Berdasarkan data Pefindo per September 2020, porsi investasi reksa dana terhadap keseluruhan outstanding obligasi korporasi mencapai 27,8 persen.
Sementara untuk surat berharga negara (SBN), perbankan dan Bank Indonesia menjadi penyerap terbanyak surat utang yang diterbitkan pemerintah tersebut.
“Jadi memang beda, beda sekali,” katanya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.
Untuk proyeksi tahun ini, Fikri mengatakan tidak akan ada perebutan likuiditas di pasar mengingat likuditas yang tersedia masih sangat melimpah, sehingga surat utang yang diterbitkan masih akan terserap dengan baik, terutama SBN.
Baca Juga
“Perbankan masih punya ruang yang cukup, walaupun nanti recovery ekonomi, kredit mulai kembali tumbuh, dan seterusnya, tapi cadangan kredit masih sangat banyak jadi saya pikir perbankan masih sangat bisa menyerap SBN,” tutur dia.
Di sisi lain, tahun ini Indonesia juga mengantisipasi kembalinya inflow asing ke dalam negeri. Fikri menyebut fundamental Indonesia masih dinilai baik di mata asing, terlihat dari spread antara yield SBN dengan yield surat utang luar negeri yang masih sangat kompetitif.
“Saya pikir tidak ada kekhawatiran untuk 2021, kecuali jika ada hal-hal yang snagat tidak sesuai harapan, misalnya vaksinnya gagal. Tapi kemungkinannya kecil sekali,” tutupnya.