Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Vale Indonesia (INCO) Terus Kejar FID Proyek Penghiliran di Pomalaa dan Bahodopi

Direktur Vale Indonesia Bernardus Irmanto mengatakan bahwa pihaknya tengah menyelesaikan proses Front End Loading tahap ketiga (FEL3) dan masih dalam proses mendapatkan perizinan kunci yang dibutuhkan untuk final investment decision (FID)
Articulated dump truck mengangkut material pada pengerukan lapisan atas di pertambangan nikel PT. Vale Indonesia di Soroako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Kamis (28/3/2019)./ANTARA-Basri Marzuki
Articulated dump truck mengangkut material pada pengerukan lapisan atas di pertambangan nikel PT. Vale Indonesia di Soroako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Kamis (28/3/2019)./ANTARA-Basri Marzuki

Bisnis.com, JAKARTA – Emiten pertambangan mineral, PT Vale Indonesia Tbk., terus mengejar realisasi pengambilan keputusan investasi final atau final investment decision (FID) untuk proyek pengihiliran di Sulawesi.

Direktur Vale Indonesia Bernardus Irmanto mengatakan bahwa pihaknya tengah menyelesaikan proses Front End Loading tahap ketiga (FEL3) dan masih dalam proses mendapatkan perizinan kunci yang dibutuhkan untuk FID.

“Ada kemungkinan FID proyek harus di dorong ke later date, tergantung dari progres pekerjaan itu,” ujar Irmanto kepada Bisnis, Kamis (7/1/2021).

Untuk diketahui, emiten berkode efek INCO itu berencana untuk membangun smelter nikel di Pomalaa, Sulawesi Tengah dan smelter feronikel di Bahodopi, Sulawesi Tenggara. FID kedua proyek itu sebelumnya ditargetkan rampung pada kuartal I/2021.

Adapun, proyek Pomala diperkirakan membutuhkan investasi sekitar US$2,5 miliar sedangkan proyek Bahodopi membutuhkan US$1,5 miliar. Namun, Irmanto menjelaskan bahwa nilai proyek tersebut dapat berubah dan dipastikan saat FID.

Selain itu, Irmanto juga menjelaskan bahwa penyesuaian FID kemungkinan akan berdampak pada target penyelesaian setiap proyek. INCO semula menargetkan proyek Pomalaa rampung pada 2025, sedangkan proyek Bahodopi rampung pada 2024.

“Semua tergantung dari waktu mulai konstruksinya. Kami akan kaji lagi dampaknya ke waktu penyelesaian proyek,” papar Irmanto.

Di sisi lain, INCO mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure sebesar US$135 juta pada 2021, lebih besar daripada target capex 2020 sebesar US$120 juta. Alokasi capex itu akan berasal dari kas internal perseroan. 

Irmanto menjelaskan bahwa sebagian besar capex tersebut digunakan untuk proyek rebuild furnace 4, kemudian untuk pengembangan tambang dan juga penggantian alat.

Proyek rebuild furnace 4 itu akan mulai berlangsung pada Mei hingga awal November 2021.

Di sisi lain, dengan berjalannya proyek tersebut pada tahun depan INCO memproyeksi volume produksi perseroan akan berada di tingkat yang lebih rendah daripada 2020 maupun 2019.

“Target produksi 2021 yang jelas akan di bawah 70.00 ton karena furnace 4 akan di rebuild mulai Mei sampai awal November,” papar Irmanto.

Sebagai gambaran, pada kuartal III/2020, INCO mencacatkan volume produksi nikel dalam matte sebanyak 19.477 ton. Realisasi itu lebih tinggi 4 persen dibandingkan dengan volume produksi perseroan pada kuartal sebelumnya sebesar 18.701 ton. 

Namun, realisasi itu lebih rendah daripada produksi kuartal III/2019 di kisaran 19.820 ton.

Dengan demikian, dalam sembilan bulan pertama tahun ini produksi nikel dalam matte INCO sebesar 55.792 ton, naik 10 persen dibandingkan dengan produksi pada periode yang sama tahun lalu sebesar 50.531 ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper