Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelang Tutup Tahun, Kilau Emas Kian Bikin Silau

Harga emas dalam jangka pendek menunjukkan tren bullish yang ditopang oleh pelemahan dolar AS dan mutasi baru virus corona yang mengancam pemulihan ekonomi global.
Aneka emas batangan beragam ukuran dan bentuk. Harga emas dunia mendekati level US$2.000 per troy ounce dan diperkirakan akan terus menguat seiring dengan pelemahan dolar AS./Bloomberg
Aneka emas batangan beragam ukuran dan bentuk. Harga emas dunia mendekati level US$2.000 per troy ounce dan diperkirakan akan terus menguat seiring dengan pelemahan dolar AS./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Beberapa hari jelang berakhirnya tahun 2020, harga emas terus menunjukkan tren kenaikan.

Hal tersebut didukung oleh sikap investor yang merespons positif munculnya paket stimulus dari Amerika Serikat dan tercapainya kesepakatan perjanjian dagang antara Inggris dan Uni Eropa.

Dilansir dari Bloomberg pada Minggu (27/12/2020), harga emas di pasar Spot menutup pekan ini dengan kenaikan 0,56 persen atau 10,57 poin ke level US$1.883,46 per troy ounce.

Sementara itu, harga emas berjangka Comex juga terpantau naik 5,1 poin atau 0,27 prsen ke posisi US$1.883,20 per troy ounce.

Adapun harga emas telah naik hingga 24 persen sepanjang tahun 2020, atau kenaikan tahunan tertinggi dalam 1 dekade terakhir.

Salah satu faktor penopang kenaikan harga emas adalah tercapainya kesepakatan terkait perpisahan Inggris dari Uni Eropa.

Negosiator dari kedua pihak dilaporkan tengah menyelesaikan perjanjian dagang yang sebelumnya terancam gagal disepakati.

Sementara itu, di Amerika Serikat, Partai Republik menolak usulan Anggota DPR daro Partai Demokrat Steny Hoyer, untuk meningkatkan nilai paket bantuan kepada masyarakat dari US$600 menjadi US$2.000 yang diinginkan oleh Presiden Donald Trump. Pembahasan terkait hal ini akan kembali dilakukan pada 28 Desember besok.

Sementara itu, para investor telah melihat kemungkinan paket stimulus dari AS akan lolos dalam waktu dekat. Hal ini terbukti dari melemahnya nilai dolar sebesar 0,1 persen pada penutupan perdagangan pekan ini.

“Harga emas dalam jangka pendek menunjukkan tren bullish yang ditopang oleh pelemahan dolar AS dan mutasi baru virus corona yang mengancam pemulihan ekonomi global. Hal ini dapat memicu kemunculan paket stimulus lanjutan,” jelas Analis DailyFX Margaret Yang dalam laporannya.

Secara terpisah, Analis Pasar Senior dari Oanda Corp Edward Moya mengatakan, kenaikan harga emas memang terbantu oleh tercapainya kata sepakat dalam perundingan Inggris dan Uni Eropa.

Dia menyebutkan, peluang reli harga emas hingga akhir tahun cukup terbuka apabila paket stimulus di AS tercapai.

“Pelemahan nlai dolar AS juga membantu mempertahankan kenaikan harga emas,” katanya.

Sementara itu, analis Natixis Bernard Dahdah mengatakan, penolakan Presiden Donald Trump untuk mengesahkan paket stimulus Amerika Serikat tidak akan berdampak signifikan.

Pasalnya, dalam waktu dekat, Trump akan digantikan oleh Joe Biden yang diharapkan akan langsung meratifikasi paket bantuan tersebut.
“Sejauh ini kami tidak melihat adanya risiko penurunan harga emas,” ujar Dahdah.

Hal senada juga diungkapkan oleh Founder Circle Squared Alternative Investments Jeffrey Sica. Menurutnya, para investor telah menaruh harapan bahwa paket stimulus akan datang dalam waktu dekat. Hal tersebut turut membantu penguatan harga emas.

Meski demikian, ia menilai kenaikan harga emas pada pekan ini sebenarnya dapat lebih tinggi lagi. Namun, momentum positif yang terjadi pada pasar saham sedikit menghambat reli harga komoditas emas.

“Di sisi lain, volatilitas pasar saat ini juga terbilang signifikan,” katanya.

Analis Capital Futures Wahyu Laksono mengatakan, sentimen stimulus dari AS dan langkah terkait The Fed akan menjadi katalis utama yang menentukan pergerakan harga emas.

Menurut Wahyu, isu jangka pendek terkait stimulus fiskal AS dan arah kebijakan ekonomi Presiden terpilih AS, Joe Biden, masih berpotensi menekan harga emas. Meski demikian kebijakan The Fed yang suportif terhadap emas membuat peluang kenaikan harga dalam jangka menengah dan panjang masih terbuka.

“Langkah yang dilakukan The Fed hingga kini masih mendukung kenaikan harga komoditas,” ujarnya.

Hal tersebut juga ditambah dengan langkah yang dilakukan The Fed sejauh ini masih mendukung kenaikan harga komoditas.

Dalam simposium di Jackson Hole pada musim panas lalu, Gubernur The Fed, Jerome Powell menyatakan pihaknya akan menggunakan target rata-rata inflasi yang dapat melewati 2 persen tanpa harus mengubah kebijakannya.

Hal tersebut, lanjut Wahyu, berarti membiarkan terjadinya kenaikan inflasi hingga pasar tenaga kerja kembali menguat.

Kebijakan tersebut amat akomodatif dan dapat memicu pelemahan dolar AS serta menguatkan lawan dolar AS seperti mata uang lain dan emas.

“Dalam jangka menengah dan panjang, harga emas masih akan terus menguat. Sementara, hingga akhir 2020 kisaran harga emas berada di level US$1.800 hingga US$1.900,” katanya.

Sebelumnya, Chief Global Market Strategist Axi, Stephen Innes menuturkan, kebijakan dovish yang dilakukan bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) turut membantu perbaikan harga emas.

The Fed berjanji untuk tetap mengalirkan dana pada pasar keuangan dan mempertahankan suku bunga yang tetap rendah. Hal ini dilakukan hingga pemulihan ekonomi berada pada tingkat yang optimal.

“Setelah lolosnya paket stimulus AS, emas memiliki momentum yang cukup untuk menutup tahun diatas level US$1.900 dan bahkan mencapai US$1.925 per troy ounce,” jelasnya.

Sementara itu, laporan Commodity Markets Outlook 2020 dari Bank Dunia menyatakan, harga emas melanjutkan tren kenaikannya selama delapan kuartal terakhir.

Pada kuartal III/2020, harga emas telah melesat 12 persen dan mencapai harga tertingginya di level US$2.067 per troy ounce.

Laporan tersebut menyatakan, reli harga emas pada tahun ini ditopang oleh pandemi virus Corona yang melanda dunia dan memberikan dampak positif bagi harga aset safe haven seperti emas.

“Pandemi virus Corona memacu adanya flight to safety bagi para investor seiring dengan ketidakpastian yang kian tinggi,” demikian kutipan laporan tersebut.

Laporan Bank Dunia juga melanjutkan, tingkat permintaan exchange-traded fund (ETF) emas secara year-on-year juga melonjak tiga kali lipat pada kuartal II/2020.

Sementara itu, permintaan terhadap perhiasan turun 1,5 kali lipat dalam periode yang sama.

Selain itu, kebijakan akomodatif dari bank sentral sejumlah negara juga turut memacu kenaikan harga emas.

Pelonggaran kebijakan moneter yang dilakukan membuat mata uang dolar AS melemah dan mengerek naik lawannya, yakni komoditas seperti emas.

Di sisi lain, terhambatnya produksi emas juga berpotensi membuat harga emas kian berkilau.

Produksi emas yang terganggu pada sejumlah tambang di Meksiko, Peru, dan Afrika Selatan akibat pembatasan kerja karena pandemi virus Corona membuat pasokan emas tersendat.

Bank Dunia memprediksi harga emas pada tahun ini akan naik di kisaran 27,5 persen hingga akhir tahun 2020.

“Kenaikan di level serupa juga akan berlanjut pada 2021 seiring dengan pemulihan ekonomi global yang akan terjadi,” demikian kutipan laporan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper