Bisnis.com, JAKARTA — PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat populasi kalangan mudah mendominasi jumlah investor pasar modal. Generasi mudah disebut memenuhi hampir 50 persen dari total populasi investor pasar modal hingga pertengahan November 2020.
Data KSEI menunjukkan, jumlah investor pasar modal per 19 November 2020 mencapai 3,53 juta investor. Jumlah ini meningkat 42,19 persen dibandingkan posisi akhir 2019 lalu sebanyak 2,48 juta investor.
Direktur Utama KSEI Uriep Budhi Prasetyo menuturkan, dari jumlah tersebut hampir separuhnya atau 49,40 persen di antaranya merupakan investor berusia di bawah 30 tahun. Kemudian 23,85 persen merupakan investor berusia 31—40 tahun.
“Bisa dilihat bahwa separuh dari investor kita adalah milenial,” kata Uriep dalam paparan saat Media Gathering Pasar Modal 2020, Selasa (1/12/2020).
Komposisi investor pasar modal berdasarkan usia dan kepemilikan aset. Sumber:KSEI
Sementara itu, dari sisi jumlah aset posisinya terbalik. Meski secara kelompok investor berusia di atas 60 tahun paling kecil, tapi jumlah asetnya merupakan yang terbesar yakni Rp259,04 triliun.
Selanjutnya investor berusia 51—60 tahun (Rp107,88 triliun), 41—50 persen (Rp85,66 triliun), 31—40 tahun (Rp43,17 triliun), dan di bawah 30 tahun (Rp17,61 triliun).
“Jadi penyebaran investor ritel ini berhasil, lewat sosialisasi capital market lewat 470an galeri pasar modal,” imbuh Uriep.
Uriep menilai, pertumbuhan dan perkembangan investor di pasar modal Indonesia tak terlepas dari hadirnya beragam kemudahan dalam proses transaksi di pasar modal, termasuk proses pembukaan rekening.
Adapun, pihaknya tidak mematok target khusus untuk pertumbuhan investor pada tahun depan. Namun, sebagai self regulated organization (SRO) harus bersiap dengan pertumbuhan investor dan kenaikan transaksi di masa mendatang.
Menurutnya, selain sebagai pendorong pertumbuhan pasar modal, perkembangan teknologi juga menjadi tantangan para SRO, yakni KSEI dengan BEI dan KPEI untuk menyiapkan platform yang dapat mendukung pertumbuhan itu dengan baik.
Selain itu, koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menjadi penting agar tercipta peraturan, produk regulasi, maupuns timulus-stimulus baru untuk mendorong jumlah investor dan transaksi.
“Diharapkan semua berperan. Jadi ini like an orchestra gitu ya, nggak bisa sendiri-sendiri namanya berkesinambungan, SRO masing-masing di bawah koordinasi OJK,” pungkas Uriep.