Bisnis.com, JAKARTA - Harga emas global menguat 2 persen lebih seiring dengan pelemahan dolar AS akibat masih melonjaknya kasus Covid-19
Pada penutupan perdagangan Selasa (1/12/2020), harga emas spot menguat 2,1 persen menjadi US$1,814.78 per troy ounce, lompatan terbesar dalam hampir empat minggu.
Mengutip Economic Times, harga emas melonjak lebih dari 2 persen pada hari Selasa, rebound dari level terendah lima bulan di sesi sebelumnya. Hal ini dipicu potensi penggenjotan stimulus AS karena meningkatnya kasus COVID-19, sehingga melemahkan dolar AS.
Sentimen itu menutupi optimisme pemulihan ekonomi yang dipimpin oleh progres vaksin corona yang kian menjanjikan, sehingga dapat didistribusikan masif pada 2021.
Sebelumnya, harga emas jatuh ke US$1,764.29 pada hari Senin, terendah sejak 2 Juli, didorong oleh serbuan ke aset berisiko.
"Kami melihat emas merebut kembali level US$1.800 dan banyak dari itu berkaitan dengan melemahnya perdagangan dolar. kami cenderung melihat lebih banyak upaya dari Kongres AS untuk mendukung perekonomian.," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA, Rabu (2/12/2020).
Baca Juga
Stimulus AS membuat emas lebih menarik bagi investor yang memegang mata uang lain, sehingga dolar jatuh. Fokus kemudian beralih ke kesaksian Ketua Federal Reserve Powell di depan Komite Perbankan Senat.
Dalam sambutannya yang dirilis pada hari Senin, Powell menyoroti tantangan produksi dan distribusi massal sebelum dampak ekonomi dari vaksin menjadi jelas. Menurut Moya, The Fed akan tetap cukup akomodatif.
Emas, yang dianggap sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan penurunan nilai mata uang, telah meningkat 19 persen tahun ini, dibantu oleh stimulus yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk membantu ekonomi yang dilanda virus corona.
"Bagian support emas adalah sekarang, dan kami melihat harga menuju US$2.000 tahun depan," kata Daniel Ghali, ahli strategi komoditas di TD Securities.
Menurutnya, emas sebenarnya sekarang dalam tren baru dengan vaksin kemungkinan katalisator untuk ekspektasi inflasi yang lebih tinggi karena ekonomi pulih, mendukung emas dalam jangka panjang, terutama di tengah suku bunga riil yang lebih rendah.