Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Joe Biden Jadi Presiden AS, Harga Tembaga Cetak Rekor Tertinggi dalam 6 Tahun

Berdasarkan data dari Bloomberg, harga tembaga terpantau naik hingga 0,9 persen ke US$7.360,50 per metrik ton pada London Metal Exchange (LME). Catatan tersebut sekaligus menjadi harga tertinggi sejak Januari 2014 lalu.
Tembaga./Bloomberg
Tembaga./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Harga tembaga kembali melanjutkan tren kenaikan dan berhasil menyentuh level tertinggi dalam enam tahun. Hal tersebut terjadi seiring dengan transisi kekuasaan yang telah bergulir di AS serta tingkat persediaan yang menipis di China.

Berdasarkan data dari Bloomberg, harga tembaga terpantau naik hingga 0,9 persen ke US$7.360,50 per metrik ton pada London Metal Exchange (LME). Catatan tersebut sekaligus menjadi harga tertinggi sejak Januari 2014 lalu.

Harga tembaga juga tengah menikmati reli kenaikan selama delapan bulan beruntun. Reli harga ini merupakan yang terpanjang sejak 2011 lalu.

Salah satu penopang kenaikan harga tembaga adalah pengesahan hasil pemilu presiden AS yang berlangsung pada November lalu. General Service Administration telah mengukuhkan Joe Biden sebagai pemenang pemilihan presiden AS pada Senin waktu setempat.

Proses transisi tersebut juga semakin memperkuat rencana pengembangan energi rendah karbon bernilai US$2 triliun yang dijanjikan Biden dalam kampanyenya. Komoditas tembaga merupakan bahan baku utama dalam pembuatan komponen listrik dan elektronik yang menjadi motor utama dalam rencana tersebut

Di sisi lain, harga tembaga juga didukung oleh pertumbuhan ekonomi China yang mulai menunjukkan tanda rebound. Hal tersebut diperkuat pernyataan Perdana Menteri China Li Keqiang yang mengatakan, pertumbuhan ekonomi China akan kembali ke level yang sesuai pada tahun 2021.

Laporan dari JPMorgan Chase & Co menyebutkan, total nilai kontrak pada perdagangan komoditas, termasuk tembaga, juga telah kembali ke level sebelum pandemi virus corona. Hal tersebut salah satunya didukung oleh pulihnya perekonomian China yang berujung pada kenaikan permintaan komoditas, salah satunya adalah tembaga.

Analis RJO Futures Frank Cholly mengatakan, banyaknya sentimen positif membuat pasar tembaga saat ini bergerak bullish. Hal ini juga ditopang oleh pasokan tembaga yang menyusut serta kenaikan permintaan.

“Harga tembaga masih memiliki ruang untuk melanjutkan kenaikannya seiring dengan sinyal perekonomian global yang menunjukkan tren pemulihan selama enam bulan ke depan,” katanya dikutip dari Bloomberg.

Sementara itu, berdasarkan data dari Shanghai Futures Exchange, jumlah persediaan tembaga pada gudang-gudang di China mencatatkan jumlah terendah sejak 2014. Hal ini sekaligus membantah tren pelemahan permintaan yang umumnya terjadi pada musim dingin seiring dengan perlambatan aktivitas manufaktur.

Laporan dari Citic Futures Co. Menyebutkan, konsumsi tembaga di China telah mengalahkan ekspektasi pelaku pasar.

“Hal ini didukung oleh rebound permintaan dari sektor energi, otomotif, dan alat-alat rumah tangga,” demikian kutipan laporan tersebut.

Di sisi lain, analis Jefferies Chris LaFemina memperkirakan, defisit persediaan tembaga akan semakin tidak terkendali seiring dengan kenaikan permintaan di sektor kendaraan listrik dan energi terbarukan. Pasokan yang minim tersebut akan berimbas pada lonjakan harga tembaga.

“Dalam skenario bullish kami, permintaan tembaga akan melebihi pasokannya mulai dari tahun 2021,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper