Bisnis.com, JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik anjlok 1 persen pada hari ini seiring dengan potensi Donald Trump terpilih kembali menjadi Presiden AS.
Kemenangan Trump dapat memanaskan kembali sentimen perang dagang AS-China, sehingga berdampak negatif terhadap pasar modal Indonesia.
Pada akhir sesi I, IHSG naik 0,13 persen atau 6,7 poin menuju 5.166,15. Sepanjang hari ini, IHSG bergerak di rentang 5.161,82 - 5.188.
Namun demikian, pada awal sesi II pukul 13.30 WIB, IHSG berbalik melemah. Hingga penutupan pukul 15.00 WIB, IHSG koreksi 1,05 persen atau 54,25 poin menjadi 5.105,19.
Terpantau 281 saham melemah, 158 saham hijau, dan 159 saham stagnan. Pelemahan IHSG salah satunya tertekan oleh saham perbankan jumbo.
Saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) koreksi 5 persen, saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) turun 2,66 persen, saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) koreksi 1,07 persen, dan saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) merah 1,19 persen.
Baca Juga
Dari polling hasil Pilpres AS, salon petahana Donald Trump kini mengejar perolehan suara elektorat Joe Biden dengan 213 suara hingga pukul 14.15 WIB, berdasarkan pantauan terakhir Bloomberg. Sementara itu, Biden memperoleh 226 suaral elektorat.
Trump mendapat tambahan suara elektorat dari Texas dengan 38 suara dan Florida dengan 29 suara.
"Sepertinya Trump akan menang dengan kemungkinan kemenangan di Florida, Texas dan Ohio kemungkinan besar akan jatuh ke tangan Trump ... Ini berarti lebih banyak perang dagang dengan China, buruk untuk pasar saham Indonesia," papar Managing Director Samuel International Harry Su.
Sementara itu, di pasar saham Asia, berdasarkan data Bloomberg pada Rabu (4/11/2020), indeks Topix Jepang terpantau naik 1,2 persen disusul oleh indeks Kospi Korea Selatan yang menguat 0,6 persen
Sementara itu di Hong Kong, indeks Hang Seng juga terpantau naik 0,33 persen. Tren serupa juga diikuti oleh indeks Shanghai Composite China yang naik tipis 0,19 persen. Penurunan terjadi pada indeks S&P/ASX 200 Australia yang mengalami koreksi tipis 0,07 persen.
“Harapan akan hasil pemilu AS yang cepat rampung kini telah digantikan oleh sentimen proses penghitungan suara yang berjalan lama, tidak hanya untuk pemilihan presiden, tetapi juga senat. Volatilitas pasar masih akan berlanjut dalam waktu dekat, setidaknya hingga ada kejelasan terkait hasil pemilu,” jelas Ian Lyngen, analis BMO Capital Markets.