Bisnis.com, JAKARTA – Pasar minyak diprediksi mengalami defisit pasokan pada 2021 sehingga akan membantu pemulihan harga lebih lanjut pada tahun depan.
Analis Capital Futures Wahyu Laksono mengatakan bahwa fundamental harga minyak terkait permintaan memang akan menjadi ancaman besar terhadap pasar.
Namun, masalah teknis produksi, turunnya alokasi dana investasi yang berkurang dari pelaku usaha, dan harapan terhadap vaksin Covid-19 akan menjadi sentimen positif bagi harga minyak untuk jangka menengah.
Apalagi, proyeksi defisit pasokan minyak pada 2021 kemungkinan besar dapat terjadi. Hal itu didorong oleh penurunan harga minyak pada paruh pertama 2020 telah membuat produsen tidak terburu-buru untuk segera produksi dengan kapasitas besar.
Tidak hanya itu, pengeboran minyak di AS melemah, pasokan minyak dari OPEC juga rendah, Venezuela negara minyak yang masih tidak mendapatkan kuota ekspor, dan negara non OPEC juga kesulitan untuk produksi minyak menjadi alasan utama prospek defisit pasokan.
“Kesimpulannya, sulit mengembalikan produksi ke level wajar, butuh berbulan-bulan sehingga ada ancaman defisit pasokan pada 2021, harga rata-rata minyak bisa di kisaran US$40 per barel pada 2021,” papar Wahyu, Minggu (25/10/2020)
Baca Juga
Adapun, dia menilai harga minyak tengah dalam konsolidasi di sekitar US$40 per barel untuk jangka pendek seiring dengan isu kebijakan OPEC terkait peningkatan kapasitas produksi.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Jumat (23/10/2020) harga minyak jenis WTI untuk kontrak Desember 2020 di bursa Nymex parkir di level US$39,85 per barel, terkoreksi 1,94 persen.
Sementara itu, harga minyak jenis Brent di bursa ICE untuk kontrak Desember 2020 berada di level US$41,77 per barel, turun 1,63 persen.
Wahyu memprediksi pada kuartal IV/2020, harga minyak akan menguji US$45 per barel hingga US$50 per barel.
Sementara itu, Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan bahwa harga minyak mentah mungkin masih akan dalam tekanan seiring dengan belum pulihnya perekonomian dunia karena pandemi Covid-19, kecuali vaksin mulai didistribusikan.
“Belakangan penularan kembali meninggi dan beberapa bagian dunia melakukan pengetatan dan lockdown. Kisaran pergerakan mungkin di US$35 per barel hingga US$42 per barel untuk WTI,” ujar Ariston kepada Bisnis, Minggu (25/10/2020).