Bisnis.com, JAKARTA – Kontrak berjangka batu bara termal di China berhasil melonjak ke level tertinggi dalam 17 bulan terakhir didorong sentimen kecelakaan pertambangan yang mematikan di China.
Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Senin (28/9/2020) harga batu bara termal di bursa Zhengzhou untuk kontrak November 2020 parkir di level 620,6 yuan per ton, menguat 1,47 persen.
Pada pertengahan perdagangan, harga sempat menyentuh level 623,4 yuan per ton, level tertinggi untuk kontrak teraktif sejak April 2019.
Mengutip kantor berita China, Xinhua, terdapat kecelakan tambang batu bara di Songzao, milik perusahaan energi lokal, dekat Chongqing, milik unit Grup Investasi Energi Chongqing.
Sedikitnya terdapat 16 orang tewas dan satu orang dirawat di rumah sakit setelah terperangkap di tambang batu bara di barat daya China karena tingginya tingkat karbon monoksida.
Kementerian Manajemen Darurat China mengatakan dalam keterangan resminya bahwa pihaknya sedang bekerja untuk mengidentifikasi penyebab kecelakaan dan menerapkan langkah-langkah keamanan.
Baca Juga
Adapun, hal itu telah memicu kekhawatiran pasar bahwa pemeriksaan keamanan dapat menghentikan pasokan di pasar yang sudah ketat.
Pasalnya, regulator China umumnya akan menanggapi setiap kecelakaan tambang itu dengan menerapkan pemeriksaan keselamatan yang dapat mengekang produksi.
Saat ini, pasokan batu bara dalam negeri sudah ketat seiring dengan pemulihan pasca pandemi Covid-19 yang mendorong permintaan lebih kuat dan kebijakan pemerintah yang telah membatasi impor.
Di sisi lain, harga batu bara di bursa Newcastle untuk kontrak November 2020 berada di level US$60,4 per ton, melemah 1,39 persen pada penutupan perdagangan Jumat (25/9/2020).
Pelemahan itu terjadi setelah harga batu bara mengalami reli panjang selama delapan hari perdagangan berturut-turut dan setelah batu bara menyentuh level tertingginya sejak Maret 2020.
Citigroup dalam publikasi riset terbarunya memperkirakan harga batu bara termal di Newcastle dalam jangka pendek berpotensi naik untuk menyentuh US$65 per ton.
Citigroup menjelaskan kenaikan itu akan didukung oleh meningkatnya permintaan dari importir utama China dan India. Perusahaan keuangan itu melihat terdapat potensi bagi China untuk melonggarkan pembatasan impor lebih awal daripada yang diharapkan.
Hal itu seiring dengan permintaan domestik China yang kuat sehingga pasokan dalam negeri dikhawatirkan tidak dapat memenuhi permintaan itu.
“Hal ini memungkinkan harga batubara termal yang diangkut melalui laut berpotensi naik lebih cepat dan lebih awal dibandingkan dengan estimasi kami,” tulis Citigroup dalam risetnya seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (28/9/2020).
Selain itu, perusahaan pembangkit listrik India tampak tengah meningkatkan aktivitas pengisian ulang cadangan batu baranya menjadi katalis positif tambahan harga untuk naik lebih tinggi.
Selain itu, perusahaan keuangan itu memperkirakan harga batu bara kokas keras atau hard cooking coal dapat bergerak di kisaran US$150 hingga US$200 per ton seiring dengan gangguan pasokan di Australia akibat fenomena cuaca La Nina.
Saat ini, harga batu bara kokas keras Newcastle berada di kisaran US$140 per ton.