Bisnis.com, JAKARTA - Indeks harga saham gabungan berhasil melonjak kendati DKI Jakarta mulai menerapkan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB yang lebih ketat.
Direktur Riset Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan bahwa pasar sesungguhnya kecewa terhadap penerapan PSBB yang lebih ketat di DKI Jakarta yang dimulai pada Senin (14/9/2020)
Namun, indeks harga saham gabungan (IHSG) berhasil mendapatkan kekuatan dari ekspektasi pemulihan ekonomi seiring dengan rencana beberapa pertemuan bank sentral, termasuk The Fed dan Bank Indonesia, yang akan digelar pada pekan ini.
“Bank sentral itu diyakini akan memberikan kebijakan moneter yang lebih akomodatif untuk pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi sehingga memberikan harapan pelaku pasar bahwa meski PSBB lebih ketat, Indonesia mampu melewatinya,” ujar Nico kepada Bisnis, Senin (14/9/2020).
Selain itu, pada pekan ini data neraca dagang Indonesia untuk periode Agustus akan dirilis yang diekspektasikan kembali surplus sehingga membantu memberikan nuansa yang lebih positif sepanjang pekan ini dibandingkan dengan pekan-pekan sebelumnya. Belum lagi, sentimen perkembangan vaksin Covid-19 di dalam negeri.
Adapun, pada perdagangan Senin (14/9/2020) IHSG dibuka pada level 5.073,27 atau naik 1,13 persen dibandingkan penutupan pada Jumat kemarin. Pun, sepanjang perdagangan IHSG bergerak pada rentang 5.059—5.161,82.
Akhirnya IHSG pun ditutup di level tertingginya, 5.161,82 setelah menguat 145 poin atau 2,89 persen. Tercatat, sebanyak 357 saham menghijau, 115 melemah, dan 135 lainnya stagnan.
Seluruh sektor kompak menghijau dengan sektor properti menjadi penopang utama IHSG dengan menguat 6,47 persen, diikuti oleh sektor industri dasar yang naik 4,28 persen, dan sektor finansial yang naik 3,25 persen.
Di sisi lain, investor asing masih deras keluar dari bursa Indonesia. Tercatat net foreign sell mencapai Rp478,14 miliar di seluruh pasar.
Nico memproyeksi sepanjang pekan ini, IHSG dapat bergerak di kisaran 5.100 dan merekomendasikan saham sektor perbankan, infrastruktur, dan kesehatan.
“Namun, yang harus diperhatikan vaksin belum ada sehingga ketidakpastian masih bertengger dan pasar sampai saat ini masih hanya didorong oleh ekspektasi dan harapan pemulihan ekonomi, padahal vaksin belum ada, virus pun belum dapat dikendalikan,” papar Nico.