Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tak mampu berbuat banyak dan mengakhiri pergerakan pekan ini di zona merah.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Jumat (11/9/2020), rupiah ditutup melemah 35 poin atau 0,24 persen ke posisi Rp14.890 per dolar AS. Posisi tersebut merupakan yang terlemah sejak 12 Mei 2020 sebesar Rp14.905.
Adapun indeks dolar AS yang melacak pergerakan mata uang dolar AS terhadap enam mata uang utama dunia terpantau melemah 0,09 persen ke level 93.2480.
Secara umum, selama sepekan terakhir rupiah sudah melemah 0,96 persen, sekaligus menjadi mata uang terlemah di Asia.
Selain rupiah, ringgit Malaysia dan dolar Singapura juga melemah masing-masing 0,1 persen dan 0,26 persen.
Sementara itu, baht Thailand, yen Jepang dan Yuan China terpantau menguat masing-masing 0,29 persen, 0,07 persen, dan 0,12 persen.
Baca Juga
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira memperkirakan rupiah akan melanjutkan pelemahan ke level Rp14.950-Rp15.000 akibat derasnya aksi jual asing di bursa saham.
“Meskipun IHSG mengalami kenaikan 2,5 persen ke level 5.016, namun asing masih lakukan nett sell sebesar Rp2,26 triliun pada hari ini,” katanya kepada Bisnis, Jumat (11/9/2020).
Menurutnya, sentimen global yakni terhentinya uji klinis vaksin Astrazeneca dan Oxford memberikan pengaruh besar terhadap pergerakan nilai tukar rupiah.
Uji vaksin ini dianggap merupakan yang terdepan dan paling diharapkan segera diproduksi secara massal, sehingga akibat dari penundaan uji klinis tersebut pemulihan ekonomi di saat pandemi bisa saja terganggu.
Sentimen negatif yang juga masih membayangi pasar keuangan dalam negeri adalah tren pelemahan harga minyak mentah dunia akibat turunnya permintaan global akibat pandemi dan masih besarnya stok produksi di negara OPEC dan Amerika Serikat.
“Sentimen dari dalam negeri berupa reaksi terhadap PSBB total sepertinya mulai di-absorb oleh investor sehingga sentimennya beragam,” pungkasnya.