Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Reli Nilai Ringgit Malaysia Terancam, Apa Sebabnya?

Reli ringgit dapat terhenti apabila FTSE Russell, perusahaan penyedia World Government Bond Index, menghapus obligasi Malaysia dari daftarnya. Kejelasan nasib obligasi Malaysia akan diumumkan pada 24 September mendatang.
Sejak Juli 2020, kenaikan nilai Ringgit terhadap dolar AS telah mencapai lebih dari 3 persen/JIBI.
Sejak Juli 2020, kenaikan nilai Ringgit terhadap dolar AS telah mencapai lebih dari 3 persen/JIBI.

Bisnis.com, JAKARTA – Reli positif nilai ringgit Malaysia yang telah berlangsung selama tiga bulan kini terancam terhenti, seiring dengan risiko penghapusan obligasi Malaysia dari World Government Bond Index dan pemotongan suku bunga dari bank sentral.

Dilansir dari Bloomberg pada Senin (7/9/2020), sejak Juli 2020, kenaikan nilai ringgit terhadap dolar AS telah mencapai lebih dari 3 persen sekaligus mencatatkan prestasi sebagai nilai mata uang dengan kenaikan tertinggi di Asia.

Kenaikan tersebut didorong oleh pelemahan nilai dolar AS dan tingginya permintaan terhadap obligasi dengan tingkat imbal hasil yang besar. Adapun, nilai ringgit terpantau pada 4,1475 per dollar AS pada Jumat lalu.

Reli ini merupakan sinyal positif bagi Malaysia yang diwarnai kekacauan politik dalam beberapa waktu belakangan. Pemerintahan Malaysia yang ini dipimpin oleh Perdana Menteri Muhyiddin Yassin tengah berusaha melepas Malaysia dari jeratan kemerosotan ekonomi terbesar sejak 1998 lalu.

Meski demikian, tren ini dapat terhenti apabila FTSE Russell, perusahaan penyedia World Government Bond Index, menghapus obligasi Malaysia dari daftarnya. Kejelasan nasib obligasi Malaysia akan diumumkan pada 24 September mendatang.

Apabila hal tersebut terjadi, Goldman Sachs memperkirakan Malaysia akan kehilangan US$6 miliar dari pasar obligasi.

Tim Analis MUFG Bank yang dipimpin oleh Derek Halpenny pada laporannya pekan lalu memperkirakan, obligasi Malaysia akan tetap dipertahankan pada World Government Bond Index.

“Investor asing masih dapat membeli obligasi pemerintah Malaysia, terutama karena tingkat imbal hasil yang masih tertinggi di Asia kendati sedang menunjukkan tren penurunan,” demikian kutipan laporan tersebut.

Selain itu, perhatian investor juga tertuju pada rapat kebijakan bank sentral Malaysia, Bank Negara Malaysia, pada Kamis mendatang. Berdasarkan survei Bloomberg, 10 ekonom memproyeksikan adanya pemotongan suku bunga acuan, sementara empat lainnya memperkirakan tidak ada pemangkasan.

Dalam laporannya pada 7 Juli 2020 lalu, Bank Negara Malaysia menyatakan akan terus memanfaatkan kebijakan yang sesuai untuk mendukung pertumbuhan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper