Bisnis.com, JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hanya mampu merayap di zona merah sepanjang perdagangan sesi pertama, Senin (7/9/2020).
IHSG dibuka pada level 5.235,01 dan terus bergerak turun hingga menyentuh level terendah di 5.195,86. Pada penutupan sesi I, HSG kemudian parkir di level 5.232,94 setelah terkoreksi 6,90 poin atau 0,13 persen dibanding perdagangan lalu.
Dari seluruh saham yang diperdagangkan, sebanyak 186 saham menguat, 206 melemah, dan 171 lainnya tak bergerak dari posisinya semula.
Dari sisi sektoral, tiga sektor terpantau menjadi penghambat laju IHSG hari ini, dipimpin oleh sektor finansial yang terkoreksi 0,72 persen. Kemudian berturut-turut sektor agrikultur (-0,21 persen) dan sektor properti (-0,18 persen).
Di sektor finansial, empat saham perbankan besar kompak memerah dengan pelemahan terdalam dialami oleh PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) yakni -1,33 persen, diikuti oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) -1,27 persen, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) -0,56 persen, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) -0,48 persen.
Keempatnya juga menjadi sasaran jual asing dengan menempati posisi teratas daftar net foreign sell, berturut-turut BBCA (Rp114,3 miliar), BMRI (Rp79,9 miliar), BBRI (Rp51,8 miliar) dan BBNI (Rp38,7 miliar)
Baca Juga
Tercatat, hingga penutupan sesi I investor asing keluar cukup deras mencapai Rp442,05 miliar di seluruh pasar. Adapun transaksi yang terjadi mencapai Rp3,41 triliun.
Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo mengatakan pelemahan IHSG pada perdagangan hari ini masih merupakan kelanjutan dari tren pekan lalu, yang mana investor asing banyak melakukan aksi jual.
“Namun, melemahnya IHSG masih dalam trend positif,” kata Frankie ketika dihubungi Bisnis, Senin (7/9/2020)
Menurutnya, saat ini pasar lebih terpengaruh pada arah pergerakan pasar global yang memang sedang terkoreksi. Terlihat dari mayoritas bursa Asia lain yang juga memerah pada perdagangan hari ini.
Padahal di dalam negeri sedang ada sentimen yang cukup positif seperti cadangan devisa Indonesia yang mencetak rekor tertinggi pada Agustus 2020, yang tercatat sebesar US$137,0 miliar.
Nilai tersebut meningkat dibandingkan dengan posisi akhir Juli 2020 yang sebesar US$135,1 miliar.
“Seharusnya cadev yang tinggi adalah sentimen yang baik untuk pasar,” imbuh Frankie.
Berdasarkan data Bloomberg, terpantau bursa Asia lainnya kompak memerah. Indeks Nikkei 225 Tokyo terkoreksi 0,43 persen dan Hang Seng Indeks melemah 0,14 persen.