Bisnis.com, JAKARTA — Aliran dana asing yang keluar dari pasar saham domestik pada hari ini tidak menggoyahkan pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG).
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, IHSG tetap melenggang di atas 5.300 sampai ditutup menguat 1,17 persen ke level 5.338 pada Selasa (25/8/2020). Posisi IHSG tersebut menjadi yang tertinggi sejak 6 Maret 2020 atau beberapa hari sebelum pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia.
Padahal, investor asing masih membukukan aksi jual atau net sell Rp390,74 di sepanjang hari perdagangan. Sejak awal tahun, net sell investor asing mencapai Rp24,65 triliun.
Kepala Riset PT Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma menjelaskan daya investor lokal yang kuat saat ini membuat pergerakan indeks tidak rentan terhadap net sell asing.
“Memang masih net sell terus, tapi [investor] lokalnya kuat. Jadi, indeks tidak mau kemana-mana, tidak turun juga,” kata Suria kepada Bisnis, Selasa (25/8/2020).
Suria menjelaskan bahwa saat ini likuiditas perbankan yang gemuk turut memengaruhi strategi investasi investor domestik. Adapun, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan saat ini tumbuh sekitar 8 persen sementara penyaluran kredit hanya mencapai 1,5 persen.
Baca Juga
Dengan kondisi likuiditas yang bagus, perbankan khususnya bank besar cenderung tidak perlu membayar mahal untuk bunga deposito. Dengan sendirinya, bunga deposito akan turun yang juga seiring dengan pemangkasan suku bunga dari Bank Indonesia.
“Orang yang menaruh uang di bank kan bunganya rendah, jadi akhirnya sebagian banyak yang masuk ke saham juga,” papar Suria.
Samuel Sekuritas pun menargetkan IHSG akan lanjut menguat hingga 5.500 pada akhir tahun nanti. Suria mengatakan target tersebut direvisi turun dari target sebelumnya 5.650 karena perkiraan pertumbuhan laba emiten belum akan sebaik pada 2019.
Apabila target 5.500 bisa ditembus pada tahun ini, diperkirakan IHSG akan menuju 6.200 pada tahun depan.
Di sisi lain, perombakan konstituen indeks FTSE Global Equity Index Series Asia Pacific Ex-Japan Ex-China baru-baru ini disebut Suria tidak telalu berdampak pada pergerakan indeks. Adapun, perubahan konstituen tersebut hanya akan menggerakkan harga saham yang dimasukkan ke dalam indeks tersebut.
“[Perombakan] FTSE berpengaruh tapi tidak terlalu dominan seperti rebalancing MSCI karena sepertinya orang lebih banyak benchmarking ke MSCI,” tutur Suria.
POTENSI INFLOW
Lebih lanjut, Suria memperkirakan pada semester kedua ini aliran dana investor asing bisa masuk ke Indonesia apabila Amerika Serikat menyetujui paket stimulus untuk mempercepat pemulihan ekonomi pasca pandemi.
“Menunggu stimulus disetujui dulu. Sekarang kan lagi di re-asses di sana. Kalau disetujui itu kan besar sekali stimulusnya minimal US$1 triliun, perkiraan bisa US$1,5 triliun,” katanya.
Apabila paket stimulus tersebut disetujui dan pasar kebanjiran likuiditas, bukan tidak mungkin aliran dana asing kembali ke negara berkembang (emerging market) termasuk Indonesia. Adapun, dana asing biasanya akan masuk ke pasar obligasi terlebih dahulu sebelum merembes ke pasar saham.
Saat ini, posisi pasar obligasi Indonesia termasuk yang menarik karena real yield Tresuri AS tenor 10 tahun berada di level rendah sekitar 0,6 persen. Hal itu membuat spread Surat Utang Negara (SUN) bertenor 10 tahun melebar di atas 600 bps dengan Tresuri AS bertenor 10 tahun. Adapun pada kondisi normal, spread kedua obligasi pemerintah tersebut berada pada kisaran 500 bps.
“Return-nya kan masih menarik di Indonesia dan kita sebenarnya secara regional itu penurunan termasuk yang jelek. Jadi, masih ada peluang,” ujar Suria.