Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menyudahi akhir pekan dengan pelemahan. Rupiah tidak sendirian karena mata uang Asia lainnya juga mengalami koreksi akibat penguatan indeks dolar.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Jumat (7/8/2020), rupiah parkir di level Rp14.625 per dolar AS, terkoreksi 0,27 persen atau 40 poin. Selain rupiah, dolar Singapura dan bath Thailand juga melemah masing-masing 0,18 persen dan 0,15 persen.
Sementara itu, indeks dolar AS pada pukul 18.59 WIB naik 0,45 persen atau 0,413 poin ke level 93,210. Indeks dolar mencerminkan pergerakan mata uang dolar AS terhadap sekeranjang mata uang utama dunia lainnya.
Secara umum, selama sepekan terakhir rupiah sudah terkoreksi 0,17 persen. Padahal pada awal Juni, rupiah sempat bergerak di kisaran level Rp13.800 per dolar AS setelah sempat terpuruk ke level Rp16.500 pada akhir Maret lalu. Untuk kinerja tiga bulanan, saat ini penguatan rupiah hanya sebesar 2,53 persen, sedangkan sepanjang tahun berjalan 2020 rupiah terkoreksi 5,19 persen.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan pelemahan rupiah berasal dari faktor eksternal yang menyebabkan indeks dolar AS menguat pada perdagangan hari ini. Dia menyebut pelaku pasar kini tengah menunggu data perekonomian terbaru soal pendapatan pekerja di AS.
“Pasar menunggu rilis data penggajian non-pertanian yang akan dirilis pada Jumat malam secara luas diperkirakan akan menunjukkan penciptaan lapangan kerja AS melambat pada Juli dari bulan sebelumnya, yang disebabkan meningkatnya infeksi virus corona yang memperlambat pemulihan ekonomi di AS,” tulis ibrahim dalam rilis pers, Jumat (7/8/2020).
Baca Juga
Di lain pihak, Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga mengobarkan perang dagang terhadap Kanada dengan memberlakukan tarif bea masuk impor 10 persen atas aluminium asal Kanada yang merupakan sentimen sensitif terhadap pergerakan mata uang dolar AS.
Dari dalam negeri, cadangan devisa Indonesia melonjak pada Juli 2020, dengan kenaikan mencapai US$3,4 miliar. Kenaikan ini membawa cadangan devisa menembus rekor tertinggi sepanjang sejarah.
Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa Indonesia pada akhir Juli 2020 sebesar US$ 135,1 miliar. Melonjak tajam dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar US$ 131,7 miliar. Rekor tertinggi cadangan devisa sebelumnya adalah US$ 132 miliar yang terjadi pada Januari 2018.
Menurut Bank Indonesia, posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 9 bulan impor atau 8,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.