Bisnis.com, JAKARTA — Principal Asset Management selektif dalam memilah surat uang korporasi yang akan dijadikan underlying asset produk reksa dana pada semester II/2020. Obligasi dari sektor keuangan, properti, dan konstruksi termasuk yang dihindari.
Chief Investment Officer Principal AM Ni Made Muliartini menyampaikan pihaknya masih berhati-hati dalam memilih obligasi yang diterbitkan oleh korporasi yang bisnisnya terdampak pandemi Covid-19.
“Untuk obligasi korporasi, kami masih selektif dan menghindari nama-nama dari multifinance, properti, dan konstruksi,” kata Ni Made kepada Bisnis baru-baru ini.
Dari sisi kualitas kredit, Principal AM lebih banyak mengalokasikan investasi ke obligasi korporasi dengan peringkat AAA yang memiliki likuiditas tinggi di pasar sekunder.
Untuk obligasi pemerintah, Ni Made melanjutkan, Principal AM saat ini fokus ke Surat Utang Negara (SUN) bertenor 5—10 tahun dengan alokasi pada tenor panjang yang sangat minimal.
“Untuk obligasi masih terlihat menarik dikarenakan inflasi yang sangat rendah dalam beberapa bulan belakangan ini,” ujarnya.
Adapun, inflasi yang rendah menandakan kekuatan ekonomi yang lemah. Ditambah lagi, saat ini perekonomian berada di bawah kapasitas tenaga kerja penuh (full employment).
Ni Made meyakini inflasi belum bisa terdongkrak dengan cepat ke atas 3 persen karena realisasi belanja pemerintah masih sangat jauh dari target. Dengan demikian, dampaknya ke inflasi akan minimal meskipun terjadi kenaikan tingkat uang yang beredar.
Selanjutnya, skema burden sharing antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia diperkirakan turut menjaga ketahanan pasar obligasi dan nilai tukar rupiah.
“Real yield saat ini masih cukup menarik yakni sekitar 5 persen dengan rata-rata 3 tahun di 4 persen,” tutur Ni Made.