Bisnis.com, JAKARTA - Rusia tampaknya telah mencuri ‘start’ untuk menaikkan kapasitas produksi minyak yang seharusnya baru akan dimulai Agustus sesuai dengan kesepakatan OPEC+. Produksi minyak Negeri Beruang Putih itu untuk periode Juli sudah tercatat meningkat.
Berdasarkan data Kementerian Energi Rusia, produksi minyak mentah dan kondensat periode Juli sebesar 39,63 juta ton, atau setara dengan 9,37 juta barel per hari. Angka itu lebih tinggi daripada produksi minyak Juni oleh Rusia, di level rata-rata 9,32 juta barel per hari.
Padahal, jika sesuai dengan kesepakatan produksi OPEC+ peningkatan kapasitas produksi seharusnya baru akan dimulai pada Agustus.
Untuk diketahui, OPEC dan sekutunya telah sepakat pada pertemuan Juli lalu untuk melonggarkan kebijakan pemangkasan produksinya seiring dengan permintaan yang diyakini mulai pulih.
Koalisi 23 negara yang dipimpin oleh Arab Saudi dan Rusia itu akan menambahkan masing-masing sekitar 1 juta barel per hari dari kapasitas produksinya yang akan dimulai pada Agustus.
Dengan demikian, secara kumulatif aliansi itu akan memangkas masing-masing sekitar 7,7 juta barel per hari pada Agustus, setelah memangkas produksi sekitar 10 juta barel per hari selama tiga bulan berturut-turut untuk menstabilkan pasar dan mendukung harga minyak.
Rusia berencana untuk menaikkan kapasitas produksi 500.000 barel per hari menjadi total 8,99 juta brel per hari.
Di sisi lain, meski sedikit naik, komitmen produsen minyak untuk tetap membatasi jumlah produksinya tetap direspon positif oleh pasar. Sentimen itu pun telah membantu harga minyak bertahan di zona hijau dan menguat sepanjang Juli.
Pada bulan lalu, harga minyak jenis WTI telah bergerak menguat 2,5 persen, melanjutkan penguatan hingga 13,47 persen sepanjang Juni.
Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan akhir pekan, Jumat (31/7/2020) harga minyak jenis WTI untuk kontrak September 2020 di bursa Nymex naik 0,88 persen ke level US$40,27 per barel.
Sementara itu, harga minyak Brent di bursa ICE untuk kontrak Oktober 2020 berada di level US$43,52 per barel, naik 0,62 persen.
Kepala Strategi Pasar Blue Line Futures LLC Chicago Phil Streible mengatakan bahwa penurunan persedian minyak mentah global yang cukup signifikan karena komitmen anggota OPEC+ untuk memangkas produksi berhasil membuat harga berada di jalur pemulihannya.
Tidak hanya itu, beberapa penyuling minyak pun juga telah ikut berpartisipasi dengan baik untuk menyeimbangkan kembali pasar minyak yang sempat terpuruk dan mendorong harga anjlok ke area negatif.
“Dalam beberapa perdagangan terakhir pun, harga berhasil didukung sentimen pelemahan dolar AS,” ujar Streible seperti dikutip dari Bloomberg, Minggu (2/8/2020).
Kendati demikian, secara garis besar pasar juga masih dihantui tekanan permintaan akibat sentimen pandemi Covid-19 yang membuat harga minyak WTI sulit lepas ke area level di atas US$42 per barel.
Wakil Presiden Eksekutif Confluence Investment Management St. Louis Bill O’Grady mengatakan bahwa kekhawatiran terbesar pasar untuk minyak mungkin adalah liburan musim panas akan segera berakhir dan angka perjalanan masih belum menunjukkan peningkatan.
Hal itu disebabkan mayoritas masyarakat membatasi perjalanan untuk menghindari penyebaran pandemi Covid-19.
“Alhasil, permintaan bensin pun sangat lemah yang seharusnya saat ini adalah periode puncak permintaan bensin karena orang akan keluar rumah untuk menikmati liburan dan mungkin permintaan tidak akan lebih baik dari level ini untuk beberapa pekan ke depan,” ujar O’Grady.