Bisnis.com, JAKARTA - Emiten perkebunan, PT Austindo Nusantara Jaya Tbk., mulai memutar roda ekspansi yang sempat tertunda akibat pandemi Covid-19. Alokasi belanja modal sebesar Rp600 miliar mulai digunakan untuk sejumlah proyek.
Direktur Keuangan Austindo Nusantara Jaya Lucas Kurniawan mengatakan beberapa proyek ditunda karena perhitungannya bisnisnya tidak tepat jika mengacu pada harga crude palm oil (CPO) di paruh pertama 2020. Adapun, kenaikan harga CPO membuat kalkulasi proyek menjadi kembali layak.
Menurut Lucas, sebagian besar dana belanja modal akan digunakan digunakan untuk pengembangan infrastruktur di perkebunan Papua Barat, penanaman kembali di perkebunan Pulau Belitung dan Sumatera Utara, dan penambahan kapasitas pabrik CPO di Kalimantan Barat.
“Adapun, per Juni 2020, realisasi capex untuk proyek-proyek tersebut sudah mulai berjalan,” ujar Lucas kepada Bisnis, Senin (20/7/2020).
Untuk diketahui, harga minyak sawit berjangka atau crude palm oil (CPO) di bursa Malaysia yang sudah mulai pulih dari tren penurunan. Pada perdagangan Selasa (21/7/2020) hingga pukul 10.07 WIB, harga CPO untuk kontrak Oktober 2020 di bursa Malaysia melemah 28 poin ke level 2.633 ringgit per ton.
Koreksi itu terjadi setelah, CPO berhasil menyentuh level 2.653 ringgit per ton, level tertinggi dalam lima bulan terakhir. Adapun, pada pekan lalu harga CPO berhasil membukukan kinerja mingguan terbaik dalam lebih dari tiga tahun.
Baca Juga
Harga CPO berhasil naik hingga 8,4 persen pada pekan lalu, kenaikan terbesar sejak November 2016. Reli bertahap itu telah membantu CPO mengurangi kerugian pada tahun ini menjadi hanya terkoreksi 10 persen sepanjang tahun berjalan 2020.
Di sisi lain, pada awal tahun ini ANJT telah berhasil memulai operasi komersial pabrik kelapa sawit dan inti sawit di perkebunan Papua Barat. Sepanjang kuartal I/2020, ANJT telah memproses 11.871 ton TBS dan memproduksi CPO dan PKO masing-masing sebesar 2.495 ton dan 44 ton dari perkebunan itu.
ANJT memperkirakan produksi perseroan pada tahun ini akan kurang lebih sama dengan produksi tahun lalu dengan pertimbangan dampak program peremajaan tanaman di dua kebun dan mulai produksinya di Papua Barat.