Bisnis.com, JAKARTA — Setelah turun drastis pada kuartal II/2020 lalu, volume atau besaran total nominal emisi surat utang korporasi dinilai bakal kembali meningkat di kuartal III/2020 seiring kondisi pasar yang mulai membaik.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia dan Kustodian Sentral Efek Indonesia, volume emisi surat utang korporasi hingga akhir semester I/2020 hanya sebesar Rp24,64 triliun, turun 55,64 persen dibandingkansemester I/2019 yang mencapai Rp55,55 triliun.
Penyusutan tersebut utamanya terjadi pada kuartal II/2020 yang mana volume emisi obligasi hanya sebesar Rp6,12 triliun, anjlok dibandingkan kuartal II/2019 yang mencapai Rp34,26 triliun.
Sementara volume emisi pada kuartal I/2020 juga menyusut tapi tak terpaut jauh dibandingkan kuartal I/2019, yakni Rp18,51 triliun dari yang semula Rp21,29 triliun.
Direktur Investment Banking Capital Market Danareksa Sekuritas Boumedine Sihombing mengatakan pertengan Maret 2020 hingga April 2020 memang merupakan periode terburuk di pasar obligasi karena yield acuan meningkat tajam, ditambah IHSG yang anjlok dan melambatnya aktivitas ekonomi karena PSBB.
Meskipun demikian, dia optimistis di kuartal III/2020 ini jumlah korporasi yang mengemisi surat utang kan kembali marak, dengan besaran emisi yang juga meningkat. Bahkan, Boumedine memproyeksikan volume emisi di kuartal ini dapat menyamai kuartal I/2020.
Baca Juga
Pasalnya, dia melihat jelang akhir Mei dan awal Juni kondisi mulai pulih, tak hanya dari sisi yield acuan yang mulai mengalami penurunan, juga dari sisi jumlah issuance dan aktivitas perdagangan yang ada di pasar. Pun, kondisi ini diharapkan terus membaik seiring pemangkasan kembali suku bunga acuan.
“Dukungan dari BI, kebijakan moneter, mulai memberikan perbaikan, membantu confidence level bagi pelaku pasar untuk mulai lakukan transaksi di surat utang,” ujarnya dalam sesi webinar “Membangun Optimisme Pendanaan Melalui Pasar Modal di Era Pandemi Covid-19, Kamis (16/7/2020)
Dia menilai korporasi juga terbantu dengan relaksasi yang diberikas Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang mana masa penggunaan buku audit keuangan diperpanjang dari yang semula 6 bulan menjadi 8 bulan, sehingga perusahaan penerbit dapat lebih leluasa untuk masuk ke pasar.
“Perusahaan-perusahaan besar, khususnya BUMN sedang berproses di OJK karena melihat momentumnya sudah mulai membaik Juni kemarin dan mereka masih bisa masuk pasar dengan buku audit Desember 2019,” ungkapnya.
Tak hanya itu, Boumedine melihat pada kuartal III/2020 ini potensi penyerapan obligasi juga semakin terbuka bagi emiten yang memiliki rating A/AA, yang mana pada kuartal sebelumnya emiten yang berani masuk hanya yang memiliki rating AA/AAA.
“Di kuartal II investor sangat concern dengan asset quality, tapi di kuartal III sepertinya ini mulai ada ruang untuk perusahaan yang ada di level single A sampai double A untuk bisa masuk pasar,” ujarnya.
Adapun mengenai penerbitan obligasi pemerintah yang juga tengah gencar, Boumedine menilai mungkin ada kompetisi atau tarik-menarik investor, terutama jika waktu penerbitannya berbarengan. Apalagi surat utang negara dinilai sangat minim risiko.
"Memang pada saat-saat belakangan ini banyak investor yang mengutamakan asset quality atas investasinya di surat hutang dan melihatnya [SBN] sebagai free risk, sedangkan terhadap equity instrument relatif bukan kompetitor," ungkapnya.