Bisnis.com, JAKARTA – Harga gas alam diperkirakan bakal mentok di level US$2 per MMBtu sampai dengan akhir tahun.
Berdasarkan data Bloomberg pada perdagangan Senin (6/7/2020) pukul 18.14 WIB, harga gas alam kontrak Agustus 2020 di Nymex tengah menguat 6,4 persen menjadi US$1,85 per MBBtu. Level saat ini merupakan harga tertinggi dalam 1 bulan terakhir.
Sementara itu, Analis Capital Futures Wahyu Laksono mengatakan harga gas alam atau natural gas akan berada di level rendah sampai dengan akhir tahun, yakni antara US$1,5 per MMBtu sampai dengan US$2 per MMBtu.
“Kalau hari ini naik sangat wajar karena rebound ketika berada di level terendah yaitu US$1,3 per MMBtu pada akhir Juni. Itu adalah level terburuk sejak tahun 1998,” katanya kepada Bisnis pada Senin (6/7/2020).
Menurut Wahyu harga gas alam akan sulit melewati level US$2 per MMBtu karena secara fundamental pasar tengah mengalami surplus komoditas itu. Hal itu diperparah dengan kebijakan China yang ingin mengurangi konsumsi gas alam.
Sebagai informasi, China merupakan importir utama gas alam. Sementara di sisi lain, pemasok utama gas alam adalah Amerika Serikat. Ketegangan antara keduanya akibat perang dagang membuat harga gas alam menjadi tertekan.
Baca Juga
“Kelebihan produksi, permintaan yang tertekan, dan harga yang lemah ini adalah ringkasan pasar gas alam. Secara fundamental akan sulit bagi komoditas ini bertahan di US$2 MMBtu,” katanya.
Wahyu menambahkan ketika terjadi kelebihan pasokan perusahaan bukan lagi menjual tapi justru membayar pihak ketiga untuk mengambil gas alam. Artinya dari sisi produksi, gas alam mengalami harga negatif.
“Tanpa isu virus Covid-19, gas alam merupakan salah satu komoditas terburuk tahun lalu,” katanya.
Sementara itu, , BUMN LNG di Nigeria akan tetap mempertahankan produksi LNG sebesar 1,8 juta ton pada Juli. Jumlah itu bisa jadi meningkat pada Agustus dan September 2019. Sementara pada Juni lalu, negara Afrika itu juga mencatatkan produksi pada level yang sama.
Bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu terjadi peningkatan dari posisi 1,7 juta ton. Hal itu berbanding terbalik dengan pemain lainnya seperti Amerika Serikat dan Australia yang memangkas produksi.
Oleh sebab itu ekspor gas global turun 6,3 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya karena virus covid-19 telah membuat proyeksi konsumsi gas menurun.
Beberapa klien Nigeria diyakini telah mengaktifkan klausul dalam kontrak jangka panjang yang memungkinkan mereka untuk memberli lebih sedikit kesepakatan sebelumnya. Namun Nigeria LNG Ltd. mampu menjual kelebihan pasokan itu ke pasar spot dengan harga diskon.