Bisnis.com, JAKARTA — Kekhawatiran tergerusnya permintaan akibat penyebaran Covid-19 membuat harga minyak kembali tergelincir serta menahan tren kenaikan setelah laporan data ekonomi Amerika Serikat yang membaik.
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate untuk pengiriman Agustus ditutup terkoreksi 0,33 poin ke level US$40,35 per barel di New York Mercantile Exchange pada Jumat (3/7/2020).
Sementara itu, minyak jenis Brent untuk kontrak pengiriman September ditutup turun 0,34 poin ke posisi US$42,80 per barel di ICE Futures Europe exchange.
Bloomberg melaporkan pasar berjangka minyak turun setelah virus terus menyebar tanpa henti di Amerika Serikat (AS). Kondisi itu mencemaskan bagi permintaan komoditas energi.
Padahal, harga minyak mentah dalam tren positif dengan kenaikan 4,2 persen dalam sepekan. Kondisi itu dipicu rebound data tenaga kerja AS pada awal Juni serta stok minyak mentah yang menyusut paling banyak tahun ini.
Bahkan, sebuah survei yang dilansir melalui Bloomberg menunjukkan produksi minyak OPEC turun bulan lalu ke level terendah sejak 1991.
Baca Juga
Daniel Ghali, TD Securities Commodity Strategist mengatakan telah melihat pemulihan yan tajam untuk permintaan komoditas energi sejak Maret hingga akhir Mei 2020. Namun, permintaan kembali melambat sejak saat itu.
“Ada kekhawatiran bahwa ini mungkin merupakan sinyal kelemahan dalam permintaan yang terkait dengan peningkatan kasus coronadi AS,” ujarnya dilansir melalui Bloomberg, Minggu (5/7/2020).
Sinyal menurunnya permintaan juga tercermin dari stok minyak China yang membengkak. Hal itu mengindikasikan perlambatan pembelian oleh Negeri Panda.
Sementara itu, Bloomberg melaporkan pemulihan permintaan minyak tidak merata di India. Padahal, negara pasar minyak dengan pertumbuhan tercepat di dunia itu telah dua bulan mengendurkan langkah-langkah pengendalian virus.
Penjualan diesel, bahan bakar yang paling dikonsumsi di India, naik 20 persen secara month to month, tetapi turun 17 persen dari tahun lalu. Selanjutnya, penjualan petrol juga pilih dari Mei tetapi masih jauh dari level 2019.
Sementara itu, penjualan avtur masih 67 persen di bawah angka tahun lalu. Pasalnya, India masih membatasi penerbangan internasional meski perjalanan domestik telah diizinkan kembali.
Menteri Perminyakan India Dharmendra Pradhan memproyeksikan permintaan bahan bakar di tingkat konsumen baru akan pulih pada akhir September 2020.
Prediksi itu lebih optimistis dari International Energy Agency and the Organization of Petroleum Exporting Countries yang memperkirakan permintaan India tidak akan kembali ke tingkat normal hingga akhir 2020.
Bloomberg menyebut pemulihan India masih jauh di belakang China. Pasalnya, permintaan bahan bakar di Negeri Panda kembali bangkit setelah negara itu mampu mengendalikan penyebaran Covid-19 dan berjanji menyuntikkan likuiditas ke pasar.