Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak global bergerak variatif di tengah sentimen pasokan yang rendah dan pelemahan permintaan akibat pertumbuhan ekonomi yang melambat seiring dengan pandemi Covid-19.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (6/7/2020) hingga pukul 10.16 WIB harga minyak jenis Brent untuk kontrak September 2020 menguat 0,28 persen ke level US$42,92 per barel.
Penguatan didukung sebagian investor yang menimbang pengetatan pasokan minyak mentah dan data ekonomi AS yang dirilis lebih kuat daripada ekspektasi pasar di tengah masih melonjaknya infeksi Covid-19.
Ekspor Libya diperkirakan turun untuk periode Juli 2020 karena perang saudara di Negara itu menghambat pengiriman sehingga menambah pengurangan produksi minyak dunia yang dipimpin oleh OPEC dan sekutunya.
Menurut data Bloomberg, Libya akan mengekspor dua kargo minyak dengan total 1,2 juta barel pada Juli. Adapun, jumlah itu sepertiga lebih sedikit daripada total kargo yang dikirim periode Juni.
Selain itu, data ketenagakerjaan atau non farm payroll AS dirilis lebih baik daripada ekspektasi pasar, yaitu naik 4,8 juta pada periode Juni 2020. Kenaikan itu pun menjadi yang terbesar sejak 1939.
Baca Juga
Di sisi lain, pergerakan harga minyak Brent itu berbanding terbalik dengan harga minyak jenis WTI di bursa Nymex. Dalam perdagangan yang sama, harga minyak WTI untuk kontrak Agustus 2020 bergerak melemah 0,64 persen ke level US$40,39 per barel.
Kepala Strategi Pasar CMC Markets Asia Pacific Sydney Michael McCarthy mengatakan bahwa pergerakan harga minyak mentah dunia saat ini menunjukkan keraguan yang tengah dihadapi pasar.
“Ada peningkatan kekhawatiran atas permintaan dengan tingkat infeksi pandemi Covid-19 global yang tinggi yang mendorong sejumlah negara mengkaji kembali untuk menerapkan lockdown, padahal pasokan juga sedang rendah,” ujar McCarthy seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (6/7/2020).
Sementara itu, Analis Monex Investindo Futures Faisyal mengatakan bahwa harga minyak jenis WTI berpeluang bergerak turun dalam jangka pendek di tengah outlook melambatnya permintaan bahan bakar karena lonjakan kasus Covid-19 secara global, khususnya AS sebagai konsumen minyak terbesar.
Menurut data Worldmeter, total kasus positif Covid-19 terkonfirmasi di dunia sudah mencapai 11,55 juta jiwa dengan total kematian mencapai 536.786 jiwa per Minggu 5 Juli 2020.
“Untuk sisi bawahnya, level support terdekat berada di US$39,80 per barel, menembus ke bawah dari level tersebut berpotensi turun lebih lanjut menguji support di US$39,20 sebelum menguji level support selanjutnya di US$38,50 per barel,” ujar Faisyal seperti dikutip dari publikasi risetnya, Senin (6/7/2020).
Jika bergerak naik, level resisten terdekat berada di US$40,80 per barel dan menembus ke atas dari level tersebut berpeluang memicu kenaikan lanjutan ke US$41,40 sebelum membidik resisten kuat di US$42,10 per barel.