Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) calon penerima suntikan modal dari pemerintah menjelaskan Penyertaan Modal Negara (PMN) diperlukan untuk memperkuat struktur permodalan dan menyelesaikan sejumlah penugasan.
Direktur Utama PT Hutama Karya (Persero) Budi Harto menjelaskan permintaan penambahan PMN sebesar Rp7,5 triliun akan digunakan untuk penyelesaian dua ruas dalam rangkaian Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). Kedua ruas tersebut adalah Sp Indralaya—Muara Enim dan Pekanbaru—Padang.
Ruas Sp Indralaya—Muara Enim menyerap sekitar Rp3,2 triliun dari PMN yang diberikan. Sementara itu, ruas Pekanbaru—Padang akan menyerap sebesar Rp4,3 triliun dari alokasi PMN tersebut.
“PMN akan digunakan untuk meningkatkan struktur permodalan penugasan Tran Sumatera, meningkatkan daya kapasitas perusahaan dalam pembiayaan tol, dan mendukung konektivitas nasional,” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (24/6/2020).
Budi mengatakan bahwa perseroan juga masih membutuhkan pendanaan tambahan untuk menyelesaikan JTTS. Perseroan telah melakukan beberapa untuk memenuhi kebutuhan itu, salah satunya dengan menerbitkan obligasi senilai US$600 juta.
Sementara itu, PT Permodalan Nasional Madani (PNM) menyatakan bahwa suntikan PMN sebesar Rp1,5 triliun dibutuhkan untuk menjaga arus kas perseroan tetap positif.
Baca Juga
Direktur Utama PNM Arief Mulyadi menjelaskan perseroan kini menghadapi tantangan serius dari sisi pengelolaan arus kas. Pertama, program restrukturisasi membuat arus kas penerimaan berkurang selama pandemi Covid-19.
Di sisi lain, perseroan juga memiliki kewajiban cukup besar yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat. Perseroan memiliki utang obligasi Rp1,2 triliun yang akan jatuh tempo pada Juli 2020.
Selain itu, hingga akhir tahun ini perseroan memiliki utang pokok yang akan jatuh tempo sebesar Rp 5,24 triliun. Adapun kebutuhan pembayaran bunga atas pinjaman tersebut mencapai Rp 1,21 triliun.
“Kami harap bisa dapat [PMN] September 2020, sebab cash flow kami minus. Jika tetap harus menyalurkan pembiayaan dan juga harus menuntaskan kewajiban kepada investor, likuiditas kami bisa minus,” katanya.
Dia memperkirakan jika tidak mendapatkan suntikan tersebut, posisi rasio utang terhadap ekuitas akan terus membengkak hingga 12,3 kali dari posisi saat ini di level 7,8 kali. Jika hal itu terjadi, maka perseroan sulit mencari pendanaan dari pihak eksternal.
Minimnya akses terhadap pendanaan akan mengancam kemampuan perseroan menyalurkan pembiayaan kepada nasabah yang mayoritas adalah masyarakat prasejahtera.
Tanpa suntikan modal, dia memperkirakan total penyaluran pembiayaan Mekaar untuk tahun ini hanya dapat mencapai Rp12 triliun, dan pada 2024 hanya Rp27,8 triliun.
Namun, apabila mendapatkan suntikan modal tersebut, Arief memperkirakan penyaluran pembiayaan Mekaar dapat mencapai Rp14,7 triliun pada 2020. Dengan asumsi tersebut, kemampuan penyaluran pembiayaan pada 2024 juga dapat meningkat hingga Rp48 triliun.
“Kalau tidak turun-turun juga [PMN], berarti pembiayaan kami pada nasabah tidak turun-turun. Maka, jumlah nasabah Mekaar pun menurun, dan semakin sedikit kesempatan usaha prasejahtera ini,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Utama PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) Abdulbar M. Mansoer menyatakan bahwa tambahan PMN senilai Rp500 miliar diperlukan untuk menyelesaikan proyek konstruksi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Dia menjelaskan penyerapan dana tersebut akan segera dilakukan secara bertahap mulai kuartal I/2020. Dia memperkirakan serapan awal akan mencapai Rp36 miliar dan akan terserap seluruhnya pada kuartal I/2021.
Dia menambahkan dana ini akan memberikan manfaat pada masyarakat di wilayah NTB. Manfaat itu tersebar dari mulai pekerja konstruksi hingga konsumsi makanan dan minuman, serta meningkatkan okupansi hotel dan restoran.
Selain itu, perseroan saat ini tengah menghadapi guncangan likuiditas akibat menurunnya pendapatan perseroan di tengah pandemi Covid-19. Jika tak mendapatkan dukungan PMN, maka arus kas perseroan pada akhir tahun bisa mencapai negatif.
“Jika kami diizinkan untuk mendapatkan PMN sebesar Rp500 miliar, kami bisa menyelesaikan proyek dan juga tidak mengganggu arus kas kami. Dengan injeksi modal, saldo akhir 2020 kami proyeksikan sekitar Rp384 miliar,” katanya.
Selain itu, tergerusnya posisi kas perseroan diperkirakan membuat rasio utang terhadap ekuitas perseroan membengkak. Hal ini dikhawatirkan akan membuat akses perseroan terhadap pendanaan eksternal kian menipis di masa mendatang.
“Jadi pada intinya dengan adanya PMN 2020 sebesar Rp500 miliar akan memperbaiki struktur permodalan, tingkat leverage, dan cash flow yang lebih sehat,” ucapnya.