Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gelombang Kedua Covid-19 Mengancam, Harga Minyak Kembali Tergelincir

Tren kenaikan harga minyak berbalik menjadi pelemahan setelah pasar khawatir gelombang kedua penyebaran virus corona (Covid-19) bakal menyurutkan permintaan. Di sisi lain, persediaan minyak AS justru bertambah, mencetak rekor tertinggi sejeak 1982.
Tanker pengangkut minyak./Bloomberg
Tanker pengangkut minyak./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak mencetak penurunan terdalam sejak April 2020 seiring dengan bayang-bayang gelombang kedua Covid-19 yang dikhawatirkan merusak harapan pemulihan perekonomian. 

Dilansir dari Bloomberg, pasar tengah bergulat dengan rekor persediaan minyak Amerika Serikat dan perbaikan permintaan yang tidak merata. 

Semula, permintaan diharapkan naik seiring dengan pembukaan kembali aktivitas perekonomian pascakebijakan lockdown di berbagai negara. Namun, gelombang kedua penyebaran virus corona di berbagai negara menjadi aral terhadap ekspektasi tersebut. Tidak pelak, harga minyak pun kembali tergelincir.

  • Hanya minyak West Texas Intermediate untuk pengiriman Juli 2020 turun 3,26 dolar AS menjadi 36,34 dolar AS per barel, penurunan terbesar sejak 27 April 2020
  • Minyak mentah Brent untuk pengiriman Agustus 2020 turun 3,18 dolar AS menjadi 38,55 dolar AS per barel, penurunan terbesar sejak 21 April 2020

Di sisi lain, klaim pengangguran yang tetap tinggi di AS menggarisbawahi tantangan ekonomi makro jangka panjang, tepat sehari setelah Gubernur The Federal Reserve memberikan pandangan suram terhadap prospek perekonomian. 

Sejauh ini, kebangkitan harga minyak lebih didorong oleh pengurangan produksi oleh produsen. Terlebih, Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya sepakat untuk memperpanjangan durasi pemangkasan produksi hingga akhir Juli 2020.

"Itu sangat cepat, didorong oleh pemotongan OPEC + yang belum pernah terjadi sebelumnya secara historis dan dukungan bank sentral dan pemerintah di sisi permintaan," kata 

Kepala Strategi Komoditas di Toronto Dominion Bank Bart Melek mengatakan kenaikan harga minyak memang sangat cepat karena pengaruh kesepakatan OPEC+. Perlu diketahui, mufakat semacam itu belum pernah terjadi sebelumnya sehingga menjadi momen bersejarah.

Dari sisi pasokan, stok minyak mentah AS naik pada pekan lalu menjadi 538,1 juta barel. Angka itu merupakan level tertinggi, menurut data yang disusun Bloomberg sejak 1982. 

"Pandangan suram [terhadap prospek perekonomian] oleh THe Fed dan kekhawatiran akan gelombang kedua penyebaran virus corona telah menyeret harga minyak hari ini," ujar Thomas Finlon dari GF International, seperti dikutip dari Bloomberg, Jumat (12/6/2020).

Harga minyak yang mentok di level 40 dolar AS per barel membuat banyak perusahaan minyak dan industri terkait minyak dalam kesulitan. Analis di Edward Jones & Co, Jennifer Rowland mengatakan banyak perusahaan sulit bertahan saat harga minyak mencapai 45 dolar AS per barel. 

"Dengan kondisi seperti ini banyak perusahaan yang akan berdarah-darah," tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rivki Maulana
Editor : Rivki Maulana
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper