Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Dunia Menguat ke Level Tertinggi Dua Pekan usai AS-China Pangkas Tarif

Harga minyak mentah patokan Brent dan WTi ditutup menguat lebih dari 1,5% ke level tertinggi sejak 28 April 2025.
Tangki penyimpanan minyak di Midland, Texas, AS, pada hari Kamis, 3 Oktober 2024./Bloomberg-Anthony Prieto
Tangki penyimpanan minyak di Midland, Texas, AS, pada hari Kamis, 3 Oktober 2024./Bloomberg-Anthony Prieto

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak menguat lebih dari 1,5% dan ditutup di level tertinggi dalam dua pekan pada hari Senin (12/5/2025) setelah Amerika Serikat dan China sepakat untuk menurunkan tarif selama 90 hari.

Melansir Reuters, Selasa (13/5/2025), harga minyak mentah patokan Brent menguat US$1,05 atau 1,6% ke level US$64,96 per barel, sementara minyak West Texas Intermediate (WTI) naik 93 sen atau 1,5% ke posisi US$61,95 per barel.

Keduanya mencatat harga penutupan tertinggi sejak 28 April 2025.

Kabar soal pelonggaran tarif turut mendorong reli di pasar saham Wall Street, penguatan dolar AS, dan kenaikan harga minyak, seiring optimisme bahwa dua konsumen minyak terbesar dunia ini bisa mengakhiri konflik dagang yang telah memicu kekhawatiran resesi global.

Analis dari ING menyebutkan bahwa langkah ini lebih besar dari yang diperkirakan dan memperbaiki prospek ekonomi global, meskipun negosiasi lanjutan diperkirakan tetap penuh tantangan.

Gubernur The Fed Adriana Kugler menyatakan bahwa kesepakatan dagang ini berpotensi mengurangi urgensi pemangkasan suku bunga acuan. Pernyataan itu sempat menekan harga minyak di awal perdagangan karena suku bunga rendah biasanya menjadi pemacu permintaan energi.

Harga minyak sempat jatuh ke posisi terendah dalam empat tahun pada April lalu, di tengah kekhawatiran dampak ekonomi dari perang dagang. Di saat bersamaan, OPEC memutuskan menambah produksi lebih besar dari perkiraan.

Di Arab Saudi, Aramco—raksasa minyak negara sekaligus produsen terbesar OPEC—optimistis permintaan minyak global akan tetap kuat tahun ini dan bahkan bisa meningkat jika konflik dagang AS-China menemukan titik terang.

Di Irak, produsen terbesar kedua OPEC, ekspor minyak mentah diperkirakan turun menjadi sekitar 3,2 juta barel per hari pada Mei dan Juni, menandai penurunan signifikan dibanding bulan-bulan sebelumnya.

Pasar juga mendapatkan sentimen positif dari penghentian sementara produksi oleh perusahaan energi Norwegia, Equinor, di ladang minyak Johan Castberg di Laut Barents, akibat perlunya perbaikan teknis.

Sementara itu, ekspor minyak Black Sea CPC Blend melalui jaringan pipa Konsorsium Kaspia diperkirakan turun menjadi 1,5 juta barel per hari pada Mei, dari sebelumnya 1,6 juta pada April.

Di Meksiko, unit perdagangan milik perusahaan energi negara Pemex, PMI, memperkirakan ekspor minyak mentah akan berkurang tahun ini karena sebagian besar pasokan akan dialihkan ke kilang domestik, khususnya kilang baru Olmeca.

Negosiasi Pengaruhi Harga

Pembicaraan antara AS dan Iran terkait program nuklir Teheran berpotensi menekan harga minyak, mengingat Iran adalah produsen terbesar ketiga di OPEC. Jika tercapai kesepakatan, pelonggaran sanksi akan membuka jalan bagi ekspor Iran kembali ke pasar global. Hal serupa juga berlaku bagi Rusia, yang pasokan minyaknya bisa bertambah jika kesepakatan damai dengan Ukraina tercapai.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy menyatakan kesiapannya bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin di Turki pada Kamis, menyusul seruan publik dari Presiden AS Donald Trump agar Kyiv menerima tawaran pertemuan langsung dari Moskow.

Trump bahkan mengindikasikan minatnya untuk terlibat langsung dalam perundingan damai antara Rusia dan Ukraina di Turki.

Rusia merupakan produsen minyak terbesar kedua di dunia pada 2024, menurut data Administrasi Informasi Energi AS. Kesepakatan damai antara Moskow dan Kyiv bisa mencabut sanksi terhadap Rusia dan meningkatkan volume ekspor mereka.

Sementara itu, Perdana Menteri India Narendra Modi mengingatkan Pakistan bahwa India tidak akan ragu kembali menghantam markas kelompok teroris di seberang perbatasan jika terjadi serangan baru. Ia juga menegaskan tidak akan terintimidasi oleh apa yang disebutnya sebagai pemerasan nuklir dari Islamabad.

India saat ini tercatat sebagai konsumen minyak terbesar ketiga di dunia.

Apakah Anda ingin saya bantu menyederhanakan untuk format media sosial atau ringkasan berita singkat?

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper