Bisnis.com, JAKARTA – Minimnya likuiditas di pasar obligasi korporasi lokal berpotensi membuat perusahaan-perusahaan di India dengan peringkat utang rendah kesulitan mendapatkan pendanaan.
Dilansir dari Bloomberg pada Kamis (11/6/2020), jumlah penjualan surat utang dari perusahaan dengan peringkat utang kurang dari AAA mengalami penurunan yang cukup besar dan nyaris mencapai titik terendah dalam satu dekade terakhir.
Saat ini, para pengelola dana lebih memilih untuk membeli surat utang dengan peringkat yang tinggi. Pasalnya, spread yang diminta investor untuk memegang surat utang tenor pendek dengan rating AA dibandingkan dengan obligasi dengan peringkat utang AAA juga mengalami lonjakan tertinggi dalam 9 tahun.
Selain itu, pandemi virus corona yang tengah melanda dunia juga membuat para pemegang obligasi menjual surat utang berperingkat rendah itu dengan cepat. Hal ini juga membuat investor menjauhkan diri dari surat utang jenis ini karena kekhawatiran mereka akan perusahaan kecil asal India yang akan terkena dampak paling buruk dari pandemi ini.
Padahal, pendanaan untuk perusahaan-perusahaan kecil ini kian dibutuhkan pada masa ini untuk melawan krisis ekonomi yang sedang terjadi. Adapun penjualan surat utang dengan rating AAA di India saat ini telah mencapai 3,11 triliun Rupee atau US$41 miliar, hampir empat kali lipat dari total penjualan obligasi korporasi dengan rating lebih rendah.
Head of Fixed Income Tata Asset Management Ltd. Murthy Nagarajan mengatakan saat ini investor menghindari obligasi korporasi dengan peringkat dibawah AAA karena likuiditasnya yang buruk. Selain itu, mereka juga khawatir terhadap dampak pandemi virus corona terhadap kegiatan bisnis yang dilakukan.
Baca Juga
“Kita belum mengetahui secara pasti dampak pandemi ini terhadap kinerja keuangan setiap perusahaan,” katanya.
Guna mencegah terjadinya pembekuan pasar obligasi, pemerintah dan bank sentral India telah menetapkan sejumlah kebijakan, mulai dari menjamin pinjaman bank ke perusahaan-perusahaan hingga memangkas suku bunga hingga mencapai titik terendah sejak tahun 2000.
Selain itu, bank sentral India juga melakukan moratorium terhadap pembayaran utang oleh individu atau perusahaan hingga akhir Agustus. Hal ini dinilai membantu meringankan beban yang ditanggung perusahaan karena pandemi ini. Meski demikian, kebijakan ini memunculkan kekhawatiran baru setelah periode moratorium ini usai.
“Karena kebanyakan pembayaran pinjaman perusahaan dibekukan, bagaimana investor dapat mengukur kemampuan mereka melunasi utangnya setelah moratorium usai? Perekonomian India perlu mengalami perbaikan, perusahaan-perusahaan harus meningkatkan neraca keuangan dan arus kas untuk menarik investor,” ujar Nagarajan.