Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Melihat Kinerja Reksa Dana di Mei 2020, Produk Apa yang Sebaiknya Dipilih?

Nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana secara industri per akhir Mei 2020 tercatat sebesar Rp476,28, sedikit menyusut dibandingkan NAB akhir April 2020 yang sebesar Rp477,65 triliun.
ILUSTRASI REKSA DANA. Bisnis/Himawan L Nugraha
ILUSTRASI REKSA DANA. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Seluruh jenis reksa dana membukukan kinerja positif sepanjang Mei lalu. Di sisi lain, pada periode yang sama dana kelolaan industri reksa dana tercatat kembali menyusut.

Berdasarkan data Infovesta Utama per 29 Mei 2020, kinerja reksa dana saham yang tergambar dalam Infovesta 90 Equity Fund Index tercatat positif 0,81 persen, seiring dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang naik 0,79 persen dalam periode yang sama.

Reksa dana pendapatan tetap yang tercermin dalam Infovesta Fixed Income Index mencatatkan kinerja paling tinggi yakni 1,71 persen, terkerek oleh indeks obligasi pemerintah Infovesta Government Bond Index (IGBI) yang naik 1,80 persen dan indeks obligasi korporasi alias Infovesta Corporate Bond Index (ICBI) yang naik 0,30 persen.

Dengan naiknya kedua jenis reksa dana tersebut, kinerja reksa dana campuran yang diilustrasikan dalam Infovesta Balanced Fund Index turut menguat dengan mencatatkan return 0,86 persen.

Kemudian, untuk kinerja reksa dana pasar uang yang diilustrasikan dalam Infovesta Money Market Fund Index cenderung stagnan dengan return 0,36 persen.

Sementara itu, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana secara industri per akhir Mei 2020 tercatat sebesar Rp476,28, sedikit menyusut dibandingkan NAB akhir April 2020 yang sebesar Rp477,65 triliun.

Jumlah NAB ini merupakan yang kedua terendah sepanjang tahun berjalan. Rekor NAB paling rendah sepanjang 2020 ini adalah pada bulan Maret 2020 yang mana dana kelolaan industri reksa dana anjlok menjadi Rp472,77 triliun dari sebelumnya Rp525,27 triliun akibat tertekannya pasar saham.

Adapun jika ditarik lebih jauh, capaian dana kelolaan reksa dana tersebut merupakan yang terendah sejak Desember 2017.

Head of Market Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan penurunan NAB pada Mei masih terbilang wajar, apalagi bulan tersebut bertepatan dengan momentum Ramadan dan Lebaran yang mana secara historis jumlah penarikan reksa dana selalu meningkat.

“Saya belum pegang data lengkapnya, tapi kalau lihat turun cuma Rp1 triliun sih harusnya penarikan itu tidak signifikan. Atau bisa juga penarikan lumayan tapi jumlah yang subscribe juga ada, apalagi di akhir Mei itu IHSG reli,” tutur Wawan saat dihubungi Bisnis, Rabu (3/6/2020).

Dia menilai investor akan mulai kembali melirik reksa dana seiring dengan mulai pulihnya pasar. Namun, Wawan tetap menekankan pentingnya diversifikasi investasi, apalagi masih banyak ketidakpastian yang mungkin terjadi.

“Saya berpendapat tidak ada waktu yang salah untuk investasi. Saat pandemi begini mau invest ya baik juga, tapi strateginya disesuaikan. Pilih defensif saja dengan mengalokasikan lebih banyak pada [produk] yang berbasis obligasi dan pasar uang,” ujar dia.

Pasalnya, tambah Wawan, reli IHSG saat ini bukan karena faktor fundamental tapi masih berdasarkan pada ekspektasi investor bahwa new normal dapat berjalan dengan baik.

Menurutnya selama hal tersebut benar terjadi, reksa dana saham akan terus menguat. Namun jika sebaliknya, dikhawatirkan indeks akan tersungkur lebih dalam dari sebelumnya dan menyeret reksa dana saham ikut jatuh.

“Maksimal 20 persen saja [masuk ke reksa dana saham],” imbuh Wawan.

Selebihnya, dia menyarankan untuk mengalokasikan mayoritas dana investasi ke produk reksa dana pendapatan tetap yang berbasis obligasi. Adapun sisanya masuk ke reksa dana pasar uang sebagai cadangan likuiditas.

“Secara data year to date, keduanya sudah sama-sama positif. Bahkan di Mei aja [produk reksa dana] pendapatan tetap naiknya paling tinggi,” katanya.

Produk pendapatan tetap disebut jadi andalan apalagi saat ini pasar obligasi sedang mengalami tren penguatan seiring dengan inflasi Mei yang rendah, sehingga membuka peluang Bank Indonesia untuk memangkas suku bunga acuan.

“Ekpekstasinya apa, suku bunga turun. Kalau suku bunga turun, itu berarti harga obligasi akan meningkat dan yield turun,” tutup Wawan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ropesta Sitorus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper