Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Iklan Berkurang, Kinerja Emiten Media Diprediksi Makin Tertekan

Pendapatan iklan berkurang karena banyak perusahaan memangkas belanja iklan.
Proses syuting sebuah program televisi di stasiun tv SCTV, salah satu stasiun tv yang dikelola PT Surya Citra Media Tbk./scm.co.id
Proses syuting sebuah program televisi di stasiun tv SCTV, salah satu stasiun tv yang dikelola PT Surya Citra Media Tbk./scm.co.id

Bisnis.com, JAKARTA — Emiten media disebut bakal mengalami tekanan yang cukup berat di kuartal kedua tahun ini. Utamanya disebabkan oleh penurunan pendapatan iklan.

Analis Mirae Asset Sekuritas Christine Natasya mengatakan kinerja emiten media masih belum akan pulih di kuartal I/2020. Pasalnya, perusahaan-perusahaan diprediksi bakal makin ketat menahan bujet iklannya. 

“Untuk ad [iklan] televisi bisa negatif  sampai 30 persen,” katanya kepada Bisnis, Selasa (19/5/2020)

Dia menuturkan selama pandemi perilaku penonton memang berubah. Pemirsa lebih banyak yang mengkonsumsi media sehingga terjadi peningkatan jumlah pemirsa maupun durasi menonton televisi.

Namun, hal itu tidak berbanding lurus dengan peningkatan pendapatan. Christine menegaskan, pendapatan iklan dibayangi penurunan bujet oleh pengiklan.  

Sementara, di tengah ekspansi ekonomi yang semakin lambat, banyak perusahaan yang biasanya beriklan di televisi memangkas alokasi belanja promosi lewat iklan.

“Karena perusahaan-perusahaan akan lebih fokus pada pengeluaran rutinnya seperti pembayaran gaji dan listrik,” tuturnya.

Secara khusus, Christine memperkirakan pendapatan PT Surya Cipta Media Tbk. (SCMA) — yang pada kuartal I/2020 pendapatannya turun 30 persen — bakal mengalami penurunan pendapatan pada kuartal II/2020. Pendapatan SCMA diestimasi turun dari Rp1,5 triliun menjadi Rp1 triliun.

“Adapun proyeksi kumulatif hingga akhir tahun nanti adalah Rp5,07 triliun atau turun 8,2 persen year on year,” tambahnya.

Proyeksi yang pesimistis ini didasarkan pada pernyataan Presiden Direktur SCMA Sutanto Hartono yang mengatakan pandemi telah mengakibatkan produksi konten perseroan terganggu. Bahkan kini perseroan sama sekali memberhentikan produknya baik sinetron maupun FTV (film televisi).

Menurut Christine, meskipun berhentinya produksi dapat menekan beban biaya produksi perseroan, tapi di saat yang sama tidak adanya konten baru membuat jumlah spot iklan yang tersedia turut menyusut sehingga dikhawatirkan pengiklan akan beralih. 

“Kami berpikir bahwa pengiklan mungkin akan memilih stasiun yang memiliki konten yang relatif lebih segar seperti FTA TV dari MNCN [Media Nusantara Citra,” ujarnya.

Di sisi lain, meski terus menggenjot produksinya selama Covid-19 dan memiliki daya tarik lebih baik bagi pengiklan, kinerja MNCN pada kuartal II/2020 ini tak berarti akan lebih baik dibandingkan SCMA. Pasalnya, perseroan masih berisiko terpapar risiko nilai tukar.

Hal tersebut telah terbukti pada kinerja Q1/2020 yang mana laba bersih perseroan tertekan hingga 43 persen ; salah satunya akibat kerugian selisih kurs sebesar Rp244,42 miliar yang pada tahun lalu masih laba Rp70,35 miliar.

“Jadi secara valuasi MNCN masih menarik tapi kami merekomendasikan Hold untuk saat ini karena risiko depresiasi rupiah terhadap greenback,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper