Bisnis.com, JAKARTA — Rencana emiten grup media PT Media Nusantara Citra Tbk. (MNCN) untuk menaikkan tarif iklan atau rate card iklan nondigital secara keseluruhan di kuartal II/2020 batal karena terdampak pandemi virus corona (Covid-19).
Sebelumnya, emiten berkode saham MNCN ini berencana menaikkan tarif iklan untuk seluruh jam tayang hingga 25 persen secara bertahap pada 2020, yakni 10 persen pada Q1/2020 kemudian 15 persen berikutnya pada Q2/2020.
Memasuki kuartal II/2020, perseroan mulai mendeteksi perubahan pada pola belanja iklan yang mana sebagian besar klien di luar sektor barang konsumen bergerak cepat (fast moving consumer goods/FMCG) memotong anggaran belanja iklan keseluruhan, termasuk iklan di free to air televisi.
Investor Relation MNCN Luthan Fadel mengatakan pada Januari 2020 perseroan telah menerapkan kenaikan rate card iklan di seluruh jam tayang sebesar 10 persen. Namun, situasi bisnis saat ini membuat rencana kenaikkan lanjutan untuk tarif iklan tidak memungkinkan.
“Setelah bulan Maret [memasuki kuartal kedua] itu tidak jadi menerapkan kenaikan yang menyeluruh. Agak susah mau naikin 15 persen,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (5/5/2020).
Alih-alih dinaikkan secara menyeluruh, perseroan akan menerapkan kenaikan rate card secara parsial atau program by program ; dimulai dari iklan yang ada di jam tayang premium atau prime time dan di sela program unggulan.
Baca Juga
Adapun besaran kenaikkannya akan disesuaikan untuk tiap program sehingga secara rata-rata hingga akhir 2020 nanti kenaikan tarif iklan MNCN mencapai kisaran 15 persen dibandingkan dengan tahun lalu.
Selain itu, untuk menjaga pendapatan iklan perseroan juga akan menggenjot iklan non-time consuming (NTC) atau iklan dalam program, terutama iklan built-in. Pasalnya, jenis iklan ini dinilai menguntungkan, yang mana perseroan dapat membebankan premi hingga 300 persen dari tarif regular.
Perseroan optimistis iklan NTC dapat menarik mayoritas pengiklan apalagi MNCN menjadi grup Free to Air (FTA) TV yang masih menghasilkan konten setiap hari. Adapun berdasarkan data perseroan per Maret 2020, iklan NTC telah meningkat 250 persen secara year on year.
“Kita berharap [pendapatan] dari iklan NTC bisa offset penurunan volume TVC ya, karena itu kan harganya lebih mahal. Jadi kalau kita gabungin semua bisa nutupin revenue yang hilang,” imbuh Luthan.
MNCN juga tengah dalam proses untuk meluncurkan inisiatif konsep periklanan baru pada pertengahan Mei 2020, yang mana nantinya pemirsa dapat melakukan pembelian produk langsung dari layar kaca dengan memanfaatkan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).
Cara kerjanya, jelas Luthan, gambar QRIS akan dimunculkan dalam iklan yang tayang di FTA TV perseroan kemudian pemirsa tinggal melakukan pemindaian dan akan langsung diarahkan ke laman pembayaran.
MNCN juga telah melakukan kerja sama dengan sejumlah platform pembayaran digital seperti Go-Pay, OVO, DANA, dan Link Aja, serta SPIN yang merupakan dompet digital besutan anak perusahaan mereka.
Adapun skema pendapatan dari konsep iklan ini adalah pengiklan akan dibebankan premi untuk QRIS yang ditampilkan dalam iklan mereka. Selain itu perseroan akan mendapatkan bagi hasil dari setiap produk yang terjual via platform tersebut.
“Kami cukup yakin dengan konsep ini, apalagi penonton tv kan meningkat, trennya juga sekarang orang banyak belanja dari rumah. Mungkin kami yang pertama di Asia ya yang punya konsep seperti ini,” tukasnya.
Terpisah, Group Chairman MNC Group Harry Tanoesoedibjo mengatakan meski ada sinyal tren belanja iklan secara keseluruhan pada tahun 2020 tidak baik, dirinya sangat optimistis bahwa belanja iklan akan meningkat pada Q3/2020.
Menurutnya, perseroan juga dapat mengandalkan pendapatan digital dan konten yang tidak terpengaruh oleh pandemi. Dia memprediksi lini tersebut akan berkontribusi 35 persen terhadap pendapatan perseroan tahun ini.
“Saya sangat percaya bahwa dengan portofolio aset dan inisiatif yang kami miliki, MNCN mampu menciptakan nilai yang tidak dapat ditiru oleh pesaing kami. Sehingga kami masih optimis untuk dapat mencatat pertumbuhan pendapatan, EBITDA, dan laba bersih pada tahun 2020,” ujarnya.