Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sukuk Garuda (GIAA) Segera Jatuh Tempo Rp7,4 Triliun, DPR Minta Transparansi

Surat utang global Garuda Indonesia senilai US$500 juta atau Rp7,4 triliun (kurs Rp14.800) jatuh tempo pada 3 Juni 2020.
Pesawat Airbus A330-900neo milik Garuda Indonesia di Hanggar 2 GMF AeroAsia, Rabu (27/11/2019) malam./Bisnis-Rio Sandy Pradana
Pesawat Airbus A330-900neo milik Garuda Indonesia di Hanggar 2 GMF AeroAsia, Rabu (27/11/2019) malam./Bisnis-Rio Sandy Pradana

Bisnis.com, JAKARTA – PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) diminta menyampaikan kondisi perusahaan dan rencana penyelesaian utang jangka pendek yang menumpuk.

Anggota Komisi VI DPR RI, Deddy Yevri Sitorus menyebutkan saat ini kondisi GIAA terus tertekan akibat pandemi Covid-19. Saat yang sama biaya operasional menggerakan organisasi sangat besar. Perusahaan juga harus mencari cara menyelesaikan segera utang Sukuk yang akan jatuh tempo pada 3 Juni 2020 senilai US$500 juta atau Rp7,4 triliun (Kurs Rp14.800).

“Arahnya mau ke mana, mau dorong pemegang sukuk menjual sukuk ke pihak lain dengan diskon? Atau mendorong pemegang sukuk menunda jatuh tempo?” ujar Deddy, Minggu (3/5/2020).

Deddy mengingatkan GIAA memiliki waktu yang singkat sebelum surat utang menjadi gagal bayar. Opsi yang ada seperti penjualan diskon oleh pemegang sukuk bukan perkara mudah.

“Kita tahu pemegang sukuk ini juga banyak yang punya perspektif berbeda. Bisa saja bondholders tidak mau melepas sukuk dengan diskon karena mereka tahu Garuda Indonesia akan dibantu Pemerintah RI,” katanya.

Politisi PDI Perjuangan ini juga mengharapkan Garuda Indonesia hati-hati dengan calon pembeli sukuk. Pembeli yang disiapkan harus memiliki itikad baik tidak merepotkan perusahaan ke depannya dengan perkara hukum.

Deddy yang terpilih dari daerah pemilihan Kalimantan Utara itu menyebutkan langkah lain dengan menunda jatuh tempo diragukan dapat terlaksana. Pasalnya, waktu yang tersedia tidak cukup. Perpanjangan tempo umumnya diikuti kenaikan harga dan adanya jaminan pemerintah.

“Cara ini pun bisa diinterpretasikan pasar bahwa Garuda gagal bayar,” ujar Deddy.

Menurut Deddy, langkah paling tepat untuk mengatasi masa paceklik Garuda adalah dengan membayar sukuk saat jatuh tempo, dengan mencari sumber pembiayaan dari bank seperti bank BUMN.

 “Sekali lagi saya ajak Kementerian BUMN dan manajemen Garuda agar sangat berhati-hati menentukan kebijakan pelunasan sukuk jatuh tempo ini. Sedikit tergelincir, napas Garuda bisa berakhir,” pungkasnya.

Selain itu, Politisi PDI Perjuangan ini juga menyoroti kapasitas PJT Partners sebagai penasihat negosiasi. Menurutnya perusahaan asing belum memiliki rekam jejak yang mentereng dalam negoisasi utang maupun pengalaman bisnis di Indonesia.

Seperti diketahui Garuda Indonesia meminta negosiasi pembayaran dengan para pemegang surat utang sukuk global perseroan. Surat utang senilai US$500 juta itu akan jatuh tempo pada 3 Juni 2020 mendatang.

Surat bertanggal 29 April 2020 itu meminta para pemegang sukuk untuk mengungkap nilai pokok kepemilikan masing-masing investor melalui agen identifikasi perusahaan.

Emiten bersandi saham GIAA itu telah menunjuk PJT Partners sebagai penasihat keuangan untuk membantu proses dialog tersebut. Perseroan akan membentuk komite diskusi bersama pemegang sukuk dan PJT Partners.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfa Setiaputra, saat itu membenarkan upaya diskusi dan negosiasi bersama para pemegang sukuk tersebut. Perseroan, lanjutnya, akan dibantu sepenuhnya oleh PJT Partners sebagai penasihat keuangan.

“Sudah ajukan konsultasi, PJT Partners yang akan bantu kami,” katanya kepada Bisnis, Jumat (1/5/2020).

Sementara itu pada kesempatan terpisah, manajemen GIAA menyambut positif atas respon Anggota Komisi VI DPR RI, Deddy Yevri Sitorus yang meminta pihaknya berhati-hati dalam menetapkan solusi untuk menyelamatkan maskapai pelat merah tersebut di tengah situasi sekarang ini.

Irfan berterima kasih atas saran dan atensi anggota DPR terhadap kondisi yang dialami GIAA dan akan menjadi pegangan dalam aksi korporasi perusahaannya ke depan.

"Kami berterima kasih atas atensi DPR dan kami jadikan pegangan dalam tindak lanjut aksi korporasi kami," ujarnya kepada Bisnis, Sabtu (2/05/2020).

Menurutnya sejumlah skenario yang telah disiapkan, hingga saat ini terus dilakukan review untuk mendapatkan solusi yang terbaik dan paling tepat. "Opsi yang ada itu lagi terus kami review," ujarnya.

Bahkan, lanjut Irfan, terkait usulan anggota dewan, yang menilai opsi paling rasional saat ini adalah pinjam dari bank BUMN juga dilakukan.

Saat ini, kata Irfan, Garuda Indonesia telah melakukan pembicaraan dengan sejumlah bank BUMN. Namun begitu dirinya masih enggan membeberkan progres terbarunya saat ini.

"Pembicaraan dengan beberapa bank BUMN sudah. Tapi belum ada yang bisa di share infonya, termasuk akan ada berapa banyak bank BUMN yang terlibat," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper