Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah rintangan mengadang kinerja PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. akibat penyebaran pandemi COVID-19. Selain kemungkinan kehilangan periode high season Idul Fitri dan liburan sekolah, terdapat kemungkinan terburuk tidak adanya penerbangan haji pada 2020.
Dalam penjelasan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), yang dipublikasikan Selasa (21/4/2020), Manajemen Garuda Indonesia menjelaskan bahwa pendapatan operasional perseroan pada kuartal I/2020 turun sekitar 33 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Kondisi itu terutama disebabkan oleh menurunnya pendapatan penumpang yang kontribusinya terhadap total pendapatan usaha yang mencapai lebih dari 80 persen.
Penurunan pendapatan penumpang sejalan dengan penurunan jumlah penumpang dan harga tiket per penumpang dibandingkan dengan kuartal I/2019. Hal itu disebut emiten berkode saham GIAA itu sangat terpengaruh oleh kondisi industri penerbangan yang menurun akibat COVID-19.
Lebih lanjut, GIAA menjelaskan bahwa kondisi industri penerbangan erat kaitannya dengan pemberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di beberapa daerah terutama Ibu Kota. Menurunya kondisi perekonomian juga mengakibatkan daya beli masyarakat menurun dan memilih mengurangi pengeluaran biaya untuk perjalanan.
Kondisi pasar penumpang itu membuat maskapai pelat merah tersebut memangkas kapasitas produksi yang dimiliki. Pemangkasan kapasitas tercermin dari frekuensi penerbangan dan available seat kilometer (ASK) yang menurun.
Baca Juga
Sejak munculnya wabah COVID-19, Manajemen GIAA menyebut telah melakukan berbagai upaya untuk meminimalisasi penyebaran. Salah satunya dengan mengurangi penerbangan ke China mulai akhir Januari 2020.
Pendapat para ahli yang memperkirakan penyebaran COVID-19 akan berakhir paling cepat akhir Mei 2019 dan paling lambat akhir Juli 2020 membuat industri penerbangan akan semakin terpuruk. Pasalnya, periode Mei—Juni seharusnya merupakan high season karena adanya hari raya Idul Fitri dan juga libur sekolah.
“Selain itu, terdapat kemungkinan terburuk bagi perseroan yakni jika tidak ada penerbangan haji di tahun 2020,” tulis Manajemen Garuda Indonesia dikutip melalui keterbukaan informasi BEI, Selasa (21/4/2020).
Untuk menjaga kelangsungan usaha 6 bulan kedepan, Majnajemen GIAA menyebut telah melakukan beberapa inisiasi strategi dari aspek keuangan maupun aspek operasional. Dari sisi keuangan, perseroan melakukan sejumlah langkah.
Pertama, melakukan negosiasi dengan lessor untuk penundaan pembayaran sewa pesawat. Kedua, memperpanjang masa sewa pesawat untuk mengurangi biaya sewa per bulan.
Ketiga, mengusahan financing dari perbankan dalam dan luar ataupun pinjaman lainnya. Keempat, menegosiasikan kewajiban perseroan yang akan jatuh tempo dengan pihak ketiga.
Keenam, melakukan program efisiensi biaya kurang lebih 15 persen—20 persen dari total biaya operasional dengan tetap memprioritaskan keselamatan dan keamanan penerbanga, pegawai, serta layanan. Ketujuh, GIAA juga mengajukan permohonan dukungan kepada pemerintah selaku pemegang saham perseroan.
GIAA menekankan cash flow atau arus kas merupakan hal penting untuk menjaga going concern perseroan. Dua kategori biaya yang sangat berpengaruh terhadap pengeluaran kas yaitu biaya tetap dan biaya variabel penerbangan.
Dari sisi operasional, GIAA menjelaskan pendapatan penumpang berkontribusi lebih dari 80 persen terhadap total pendapatan perseroan. Dengan adanya penurunan trafik, diperlukan strategi untuk menurunkan biaya variabel penerbangan.
Langkah yang ditempuh perseroan yakni dengan mengoptimalkan frekuensi dan kapasitas penerbangan baik penerbangan domestik maupun internasional. Selanjutnya, mengoptimalkan layanan kargo dan aktif mendukung upaya-upaya pemerintah khususnya yang terkait dengan penanganan COVID-19 melalui pengangkutan bantuan kemanusiaan, APD, obat-obatan, dan alat kesehatan.
GIAA juga menutup rute-rute yang tidak menghasilkan profit. Selain itu, perseroan mengoptimalkan layanan charter pesawat untuk evakuasi WNI yang berada di luar negeri serta membantu proses pemulangan WNA ke negara masing-masing dan layanan charter untuk pengangkutan kargo.
Maskapai pelat merah itu juga menunda kedatangan empat pesawat Airbus A330–900 pada 2020. Pengembangan internasional hub, Amsterdam dan Jepang, juga dilakukan agar layanan perseroan menjangkau seluruh dunia dengan mengoptimalkan interline.