Bisnis.com, JAKARTA - Minyak anjlok ke level US$11 per barel, menyentuh level rekor terendah minyak sejak 1998. Pelemahan harga minyak saat ini di tusuk oleh dua mata pisau, lemahnya permintaan dan pasokan yang berlebih.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (20/4/2020) hingga pukul 20.04 WIB, harga minyak jenis WTI untuk kontrak Mei 2020 di bursa Nymex terjun ke level US$11,44 per barel, terkoreksi hingga 37,38 persen.
Sementara itu, harga minyak jenis Brent untuk kontrak Juni 2020 di bursa ICE bergerak melemah 5,98 persen ke level US$26,4 per barel.
Sepanjang tahun berjalan 2020, harga minyak telah terkoreksi hingga 81,2 persen.
Analis Capital Futures Wahyu Laksono mengatakan bahwa dengan melihat pergerakannya saat ini, peluang harga minyak untuk segera menyentuh level US$10 per barel sangat memungkinkan.
“Bahkan, untuk bergerak di bawah US$10 per barel pun sangat memungkinkan sekali saat ini,” ujar Wahyu kepada Bisnis.com, Senin (20/4/2020).
Baca Juga
Dia mengatakan bahwa permintaan minyak saat ini sangat berada dalam tekanan di tengah pandemi Covid-19 yang melemahkan pertumbuhan ekonomi global dan pembatasan perjalanan di seluruh dunia.
Pemangkasan produksi yang dilakukan oleh OPEC+ dan beberapa negara G20 tidak membuat situasi pasar lebih baik daripada sebelumnya.
Permintaan yang rendah pun tercermin dari langkah perusahaan minyak kakap Arab Saudi, Aramco, yang memberikan diskon harga minyak di wilayah Asia menjadi hanya sekitar US$4,2 per barel untuk memenangkan pasar dari Omen dan Dubai.
Kendati demikian, Wahyu pun menjelaskan sesungguhnya pasar minyak belum sepenuhnya pulih dari lemahnya permintaan pada krisis 2015.
Naiknya harga minyak pada 2016-2019 dinilai bukan disebabkan oleh permintaan yang membaik tapi sebagian besar disebabkan oleh kesepakatan pemangkasan produksi oleh OPEC dan sekutunya.
Oleh karena itu, ketika kongsi Arab Saudi dan Rusia pecah pada awal tahun ini harga minyak seketika anjlok hingga ke bawah level US$30 per barel, yang kemudian diperparah oleh prospek pelemahan permintaan akibat pandemi Covid-19 yang mengancam adanya resesi global.
“Yang jelas, kita sulit berharap ketiadaan ancaman resesi global pada tahun ini. Sentimen itu sudah konsekuensi dan menjadi indipenden variabel terhadap harga minyak saat ini,” jelas Wahyu.
Mengutip Bloomberg, pelemahan harga minyak jenis WTI hingga ke bawah level US$12 per barel juga disebabkan oleh settlement kontrak Mei 2020 yang berakhir pada hari ini, Senin (20/4/2020).
Menjelang penyelesaian kontrak, para pedagang saat ini cenderung menggeser posisinya ke kontrak Juni karena mereka mencoba untuk menghindari pengiriman barang seiring dengan kurangnya ruang untuk menyimpan minyak.
Di AS, Menurut data Energy Information Administration (EIA), stok minyak mentah di Cushing, Oklahoma - pusat penyimpanan utama AS - telah melonjak 48 persen menjadi hampir 55 juta barel sejak akhir Februari. Adapun, lokasi tersebut memiliki kapasitas penyimpanan kerja sebesar 76 juta barel per 30 September.
Pada pekan lalu, cadangan minyak mentah AS berada di level 19.248 juta barel, lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 11.676 juta barel. Akibatnya, pasar pun khawatir kilang penyimpanan AS tidak akan cukup untuk menampung banjirnya cadangan minyak itu.