Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak semakin suram dengan terus terjerembab ke level di bawah US$15 per barel. Kesepakatan antara produsen dinilai tidak ampuh membendung penurunan harga minyak.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (20/4/2020) hingga pukul 12.15 WIB harga minyak jenis WTI untuk kontrak Mei 2020 di bursa Nymex terjun bebas ke level US$14,77 per barel, terkoreksi 19,16 persen. Level itu menjadi level terendah minyak sejak 2001.
Sementara itu, harga minyak jenis Brent untuk kontak Juni 2020 di bursa ICE melemah 1,39 persen ke level US$27,69 per barel. Sepanjang tahun berjalan 2020, harga minyak telah terkoreksi hingga 76 persen.
Analis Monex Investindo Futures Faisyal mengatakan harga minyak masih dibayangi oleh banyak sentimen negatif, terutama pasokan yang berlebih akibat lemahnya permintaan minyak yang dipicu oleh pandemi Covid-19.
“Dengan sentimen negatif yang bertebaran di pasar saat ini bukan tidak mungkin harga minyak bisa lebih anjlok lagi dan menyentuh level US$10 per barel,” ujar Faisyal saat dihubungi Bisnis, Senin (20/4/2020).
Harga minyak tetap berada di jalur pelemahan meskipun aliansi negara pengekspor minyak dan produsen lain yang tergabung dalam OPEC+ telah sepakat untuk memangkas produksinya. OPEC+ sepakat untuk memangkas produksi hingga 9,7 juta barel per hari pada Mei dan Juni 2020.
Kemudian, Kanada akan berkontribusi pemangkasan tambahan sebesar 3,7 juta barel, sedangkan negara-negara lainnya dalam kelompok G-20, termasuk AS dan Brazil, akan memangkas produksi tambahan sebesar 1,3 juta barel.
Faisyal mengatakan bahwa pasar masih berekspektasi para produsen minyak akan kembali memangkas produksinya ke jumlah yang lebih besar. Dia pun mengatakan, selama pandemi Covid-19 masih berlangsung maka minyak juga akan terus bergerak turun.
Dia memproyeksi level support terdekat minyak saat ini di kisaran US$14 per barel dan jika berhasil menguat kembali, maka level resisten yang akan diuji minyak adalah di kisaran level US$18 per barel.