Bisnis.com, JAKARTA -- Peneliti di Teikoku Databank Ltd. melaporkan bahwa pandemi virus corona telah memaksa 217 perusahaan Jepang yang tercatat di bursa telah revisi perkiraan keuntungan dan penjualan tahun ini.
Jumlah perusahaan yang melakukan revisi meningkat 35 persen sejak kurang dari sepekan yang lalu. Jika dihitung, perkiraan revisi mewakili 1,74 triliun yen atau senilai US$16 miliar dalam penjualan yang berisiko hilang.
Untuk tahun fiskal dan kuartal yang berakhir pada bulan Maret, perusahaan Jepang biasanya mencatatkan pendapatan tertinggi pada akhir April.
Jepang, yang sejauh ini menghindari opsi shutdown ekonomi total seperti yang dilakukan di negara G7 lainnya, baru mulai menerapkan lockdown yang lebih ketat bulan ini.
"Tampaknya akhir dari dampak wabah belum terlihat, dengan kebangkrutan terkait virus corona sudah mencapai 61 kasus," kata Teikoku, seperti dikutip melalui Bloomberg, Kamis (16/4).
Pekan lalu, perusahaan induk merek Uniqlo, Fast Retailing Co. memangkas prospek laba operasional setahun penuh menjadi 145 miliar yen, 41 persen di bawah perkiraan sebelumnya dan 27 persen lebih rendah dari perkiraan rata-rata analis.
Baca Juga
Menurut data Teikoku, sebanyak 27 pengecer telah memangkas perkiraan pendapatan mereka.
Sebagian besar perusahaan yang memperingatkan risiko penurunan laba dan penjualan berasal dari industri manufaktur, mewakili seperempat dari total perusahaan yang melakukan koreksi.
Industri jasa menempati urutan kedua, dengan 53 perusahaan yang merevisi proyeksi mereka.
Meskipun hanya ada 26 perusahaan keuangan dan asurasi yang melakukan revisi proyeksi, mereka memiliki andil atas sebagian besar dari proyeksi pendapatan yang hilang hingga 767 miliar yen atau 44% dari total potensi kerugian.
Di sisi lain, beberapa perusahaan menolak untuk memberikan proyeksi atau pandangan bisnis ke depan yang hanya mencerminkan sebagian dampak dari virus corona.