Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah di bursa berjangka New York terguling dari penguatannya dan berakhir di zona merah pada perdagangan Senin (13/4/2020).
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak berjangka West Texas Intermediate (WTI) kontrak Mei 2020 ditutup turun 35 sen ke level US$22,41 per barel di New York Mercantile Exchange.
Setelah sempat melambung, minyak WTI melorot 1,5 persen ketika investor mencermati apakah kesepakatan pemangkasan produksi oleh produsen-produsen dunia dapat menstabilkan pasar yang sudah terdampak pandemi virus corona (Covid-19).
Timespread WTI untuk periode Mei-Juni bergerak lebih dalam ke contango, biaya tambahan pada kuotasi yang dibebankan oleh penjual di pasar berjangla. Ini menunjukkan bahwa para pedagang melihat kelebihan pasar minyak fisik memburuk bahkan dengan pemangkasan produksi.
Adapun harga minyak Brent untuk kontrak Juni 2020 berakhir naik 26 sen ke level US$31,74 per barel di ICE Futures Europe Exchange London. Padahal, minyak patokan global ini sempat melonjak 8 persen setelah aliansi OPEC+ sepakat untuk memangkas produksi sebesar 9,7 juta barel per hari mulai Mei.
Setelah beberapa hari perundingan yang intens menyusul penolakan Meksiko untuk mendukung kesepakatan awal yang dicapai pada Kamis (9/4/2020), kartel minyak tersebut akhirnya mencapai kesepakatan.
Baca Juga
Meski merupakan pemangkasan terkoordinasi terbesar dalam sejarah, kesepakatan yang dicapai OPEC+ itu dikerdilkan oleh estimasi penurunan konsumsi minyak sebesar 20 juta barel per hari atau lebih akibat pandemi virus corona.
Amerika Serikat, Brasil, dan Kanada akan berkontribusi pemangkasan tambahan sebesar 3,7 juta barel dalam pengurangan produksi nominal seiring dengan penurunan produksinya, sedangkan negara-negara lainnya dalam kelompok G-20 akan memangkas produksi tambahan sebesar 1,3 juta barel.
Namun, angka-angka dari G-20 tidak mewakili pemangkasan sukarela yang sebenarnya, tetapi lebih mencerminkan dampak yang telah terjadi dari harga yang rendah terhadap output. Angka-angka tersebut juga akan membutuhkan waktu berbulan-bulan, atau mungkin lebih dari satu tahun, untuk dapat memberikan dampak.
“Skala kehancuran permintaan begitu besar, bahkan perjanjian bersejarah ini tidak dapat mengimbanginya dalam jangka pendek, “ ujar Daniel Ghali, ahli strategi komoditas di TD Securities.
“Jangka panjang, apa yang bisa dilakukannya adalah memastikan pemulihan yang kuat,” tambah Ghalo, seperti dilansir dari Bloomberg.
Arab Saudi siap untuk memangkas produksi minyak lebih lanjut jika diperlukan ketika aliansi OPEC+ bertemu kembali pada Juni, menurut Menteri Perminyakan Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman, kepada wartawan pada Senin (13/4/2020).
Harga minyak sendiri telah terjun bebas sejak pertengahan Februari karena beberapa negara berekonomi terbesar di dunia memberlakukan lockdown untuk mencoba dan menghentikan penyebaran virus corona.
Kesepakatan OPEC+ itu mungkin tidak cukup untuk menstabilkan pasar di mana penurunan permintaan mungkin mencapai sebanyak 35 juta barel per hari dan ruang penyimpanan kehabisan tempat.
Sementara itu, Goldman Sachs Group Inc. menyebut perjanjian itu "bersejarah namun tidak memadai". Bank ini melihat penurunan permintaan pada April dan Mei mencapai rata-rata 19 juta barel per hari.
“Pemangkasan sukarela oleh OPEC+ hanya akan mengarah pada pemangkasan produksi aktual sebesar 4,3 juta barel per hari dari tingkat pada kuartal pertama, dengan asumsi kepatuhan penuh oleh anggota inti OPEC dan 50 persen oleh peserta lain pada bulan Mei,” papar Goldman.
Pergerakan minyak mentah WTI kontrak Mei 2020 | ||
---|---|---|
Tanggal | Harga (US$/barel) | Perubahan |
13/4/2020 | 22,41 | -0,35 poin |
9/4/2020 | 22,76 | -2,33 poin |
8/4/2020 | 25,09 | +1,46 poin |
Pergerakan minyak mentah Brent kontrak Juni 2020 | ||
---|---|---|
Tanggal | Harga (US$/barel) | Perubahan |
13/4/2020 | 31,74 | +0,26 poin |
9/4/2020 | 31,48 | -1,36 poin |
8/4/2020 | 32,84 | +0,97 poin |
Sumber: Bloomberg