Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja PT Perusahaan Gas Negara Tbk. pada tahun ini diprediksi dalam tekanan akibat sentimen penyebaran Covid-19. Penyebaran virus corona ini dinilai menurunkan permintaan dan menahan ekspansi perseroan. Namun, analis masih mempertahankan rekomendasi beli untuk saham emiten bersandi PGAS itu.
Analis Kresna Securities Timothy Gracianov mengatakan permintaan yang surut mungkin akan bertahan cukup lama akibat penyebaran Covid-19 dan beragam dampak turunannya. Volume distribusi gas perseroan pada 2020 diperkirakan turun di kisaran 860 bbutd (Billion British thermal units per day)
Perlambatan itu pun terjadi bersamaan dengan perubahan dalam Perjanjian Jual Beli Gas dengan PLN. Perubahan perjanjian disebut bisa berdampak pada penyerapan gas yang lebih rendah.
Sesungguhnya efek sentimen penyebaran Covid-19 sudah terasa sejak Februari, ketika PGAS hanya mencatat 876 bbtud dalam volume distribusi periode itu, lebih rendah 1,4 persen dibandingkan dengan volume distribusi periode Januari yang mencapai 888 bbutd.
“Maret mungkin bisa lebih buruk, karena pelanggan komersial, industri, dan listrik mengurangi penggunaan gas,” ujar Timothy seperti dikutip dari publikasi risetnya, Senin (13/4/2020).
Adapun, emiten berpelat merah itu telah menurunkan perkiraan volume distribusi gasnya- tidak termasuk gas olahan- menjadi di kisaran 900-925 bbutd dibandingkan dengan panduan sebelumnya sebesar 950-980 bbtud.
Selain itu, perseroan memangkas 25-35 persen operational expenditure (opex), menjadi sebesar US$460-US$530 juta dari semula US$717 juta. PGAS pun menurunkan alokasi capital expenditure (capex) menjadi hanya sebesar US$350-US$500 juta dibandingkan dengan rencana sebelumnya sebesar US$500-US$700 juta.
Kepala Riset Maybank Kim Eng Securities Isnaputra Iskandar mengatakan dalam publikasi risetnya bahwa pihaknya merevisi perkiraan penjualan dan laba inti perseroan menjadi sebesar US$2,811 juta dan US$94 juta.
Sebelumnya, dia memperkirakan penjualan PGAS pada tahun ini akan mencapai US$3,940 juta dan laba inti akan mencapai US$246 juta.
Selain itu, penerapan penurunan harga gas untuk tujuh sektor industri sebesar US$6 per mmbtu juga mungkin akan diperluas ke sektor listrik yang memberikan kontribusi sekitar 41,8 persen dari volume distribusi PGAS pada 2019.
Akibatnya, margin perseroan mungkin akan terkoreksi menjadi US$1,5 per mmbtu dari daripada margin tahun lalu sebesar US$2,1 per mmbtu.
Proyeksi penghasilan yang lebih rendah juga dikarenakan Isnaputra memprediksi bisnis oil and gas perseroan tidak akan mendapatkan laba karena rendahnya harga minyak tahun ini. Setiap penurunan margin distribusi sebesar US$0,1 per mmbtu diprediksi menurunkan perkiraan laba tahun 2020 Maybank Kim Eng Securities sebesar 27 persen..
“Kami juga memangkas perkiraan EPS FY20-21 sebesar 62-65 persen karena margin dan volume distribusi gas yang lebih rendah,” ujar Isnaputra seperti dikutip dari publikasi risetnya, Senin (13/4/2020).
Di sisi lain, kedua sekuritas tersebut masih mempertahankan rekomendasi beli untuk saham PGAS. Timothy menargetkan harga saham PGAS dapat menuju Rp1.500 per saham.
Kendati demikian, Isnaputra merevisi target harga PGAS menjadi sebesar Rp1.150 per saham daripada target sebelumnya sebesar Rp2.600 per saham.
Pada penutupan perdagangan Senin (13/4/2020) PGAS parkir di level Rp830 per saham, melemah 0,6 persen. Sepanjang tahun berjalan 2020, saham berkapitalisasi pasar Rp20,12 triliun itu telah bergerak melemah 61,75 persen.