Bisnis.com, JAKARTA - Sebanyak 20 persen dari 482 perusahaan di wilayah Asia Pasifik berpotensi mengalami penurunan peringkat utang karena dampak penyebaran virus corona.
Berdasarkan laporan dari Moody's Investors Service pada Kamis (2/4/2020), dari 482 perusahaan di wilayah Asia Pasifik yang dinilai, 20 persen di antaranya atau 97 korporasi memiliki risiko terpapar dampak negatif virus corona yang tinggi.
Sementara, 173 atau 36 persen perusahaan di wilayah yang sama memiliki risiko moderat dan 212 perusahaan (44 persen) berisiko rendah.
Dari 97 perusahaan tersebut, 63 diantaranya memiliki outlook negatif atau sedang sikaji ulang untuk diturunkan peringkatnya. Sebanyak 32 perusahaan memiliki outlook stabil dan 2 yang tersisa dengan outlook positif atau berkembang (developing).
"Sebanyak 23 dari 63 perusahaan dalam kategori outlook negatif ini memiliki likuiditas yang lemah. Sementara dua korporasi dengan prospek stabil dan satu perusahaan dengan prospek developing juga mengalami kondisi serupa," demikian kutipan laporan tersebut.
Perusahaan dengan risiko tinggi ini umumnya berada di sektor penerbangan, otomotif, ritel, pariwisata, minyak dan gas, kasino (gaming), serta perkapalan.
Baca Juga
Penyebaran virus corona yang kian meluas dan harga minyak dunia yang anjlok telah mengurangi likuiditas pasar modal dan berdampak pada melebarnya tingkat imbal hasil (yield) korporasi.
Selain itu, akses pembiayaan dari lembaga perbankan akan sangat dibutuhkan oleh industri-industri dengan risiko tinggi. Akses ini amat krusial terutama untuk korporasi dengan likuiditas yang rendah.
"Akibatnya, perusahaan akan amat bergantung pada lembaga perbankan untuk pembiayaan dan pembayaran utang jangka pendek serta menambah modal usaha. Di sisi lain, bank juga akan lebih selektif dalam meminjamkan dananya," tulis laporan tersebut.
Moody's menyatakan bidang penerbangan menjadi usaha yang menanggung dampak negatif terbesar dari penyebaran virus corona. Kebijakan pembatasan perjalanan, penutupan perbatasan negara dan travel warning menjadi faktor menurunnya permintaan terhadap tiket pesawat.
Menurut riset dari International Air Transport Association, sentimen pelemahan konsumen yang berkelanjutan akan menurunkan laju arus penumpang pesawat sebesar 19 persen pada 2020. Hal ini nantinya akan berdampak pada profitabilitas maskapai penerbangan.
Berdasarkan proyeksi tersebut, Moody’s telah menurunkan rating beberapa maskapai penerbangan, yakni Virgin Australia dari B3 menjadi B2 dan Air New Zealand Limited dari ba1 menjadi baa3. Sedangkan, maskapai asal Australia, Qantas tengah dikaji untuk dilakukan penurunan rating utang.
Sementara itu, perusahaan di sektor migas akan merasakan dampak dari penurunan harga minyak dunia. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) dan Brent telah berada dibawah level US$30 per barel yang disebabkan oleh virus corona dan produksi berlebihan dari OPEC.
"Apabila sentimen ini berlangsung berkepanjangan, harga yang rendah akan ikut menyeret pendapatan perusahaan di sektor ini ke bawah," tulis laporan tersebut.
Sementara itu, turunnya kunjungan wisatawan mancanegara akan ikut memicu penurunan pendapatan perusahaan di sektor pariwisata. Hal ini juga akan memukul bisnis kasino yang ada di wilayah Asia Pasifik.