Bisnis.com, JAKARTA – Emiten produsen Tolak Angin PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. (SIDO) diproyeksi bakal mengalami hambatan kinerja menyusul keputusan tarif resiprokal AS yang diterapkan kepada Indonesia.
Dalam riset terbaru Kiwoom Sekuritas, analis melihat SIDO dan sejumlah emiten lain di pasar modal Indonesia berpotensi terdampak negatif dari keputusan tarif ini.
Adapun, SIDO memiliki eksposur terhadap pasar AS dengan besaran kurang dari 10% dari total ekspor perseroan. Melansir laporan keuangan, melalui anak usaha PT Semarang Herbal Indo Plant, perseroan melakukan ekspor minyak atsiri ke pasar Amerika Serikat dan Eropa.
“Gangguan ekspor pada segmen suplemen dan consumer health bisa menahan pertumbuhan ekspor tahunan SIDO di bawah 5%,” kata analis Kiwoom dalam risetnya, Selasa (8/7/2025).
Meskipun begitu, Kiwoom masih menyematkan rekomendasi buy terhadap saham SIDO. Hal itu disertai dengan ekspektasi penjualan SIDO yang masih akan bertumbuh sepanjang 2025.
Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas Abdul Azis menerangkan, di tengah kondisi global saat ini, SIDO diprediksi bisa mencatatkan pertumbuhan pendapatan hingga 7,1% year on year. Begitu juga dengan laba bersih yang diprediksi bakal tumbuh 2,6% YoY.
Jika menilik laporan keuangan perseroan pada awal tahun 2025, SIDO mencatatkan pelemahan kinerja. Pendapatan perseroan menyusut 25,09% year on year (YoY) dari Rp1,05 triliun pada kuartal I/2024 menjadi Rp789,10 miliar pada kuartal I/2025.
Begitu juga dengan laba periode berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk atau laba bersih SIDO menyusut 40,34% YoY menjadi Rp232,94 miliar pada kuartal I/2025 dari Rp390,49 miliar pada kuartal I/2024.
Meskipun begitu, Kiwoom Sekuritas mempertahankan rekomendasi buy dengan target harga Rp610 per lembar saham. SIDO dinilai bakal menguat melalui merek Tolak Angin yang telah mampu meningkatkan pangsa pasar menjadi 73%.
Di satu sisi, selain AS, penjualan produk SIDO ke sejumlah negara lain juga meningkat menjadi 12,1%. Bahkan, SIDO berencana melakukan ekspansi ke kawasan Tiongkok setelah produk mereka berhasil mencakup Nigeria, Malaysia, dan Filipina.
Hal-hal ini yang dinilai bakal memberikan potensi penguatan terhadap kinerja SIDO sepanjang tahun 2025.
"Risiko penurunan kinerja SIDO meliputi lemahnya daya beli konsumen, persaingan pasar yang semakin ketat, hingga kenaikan biaya produksi," kata Abdul dalam risetnya yang dipublikasikan Jumat (11/7/2025).
Di satu sisi, Direktur Keuangan SIDO Budiyanto Muliohardjo mengatakan pangsa pasar produk Sido Muncul ke AS masih dibawah 1%, jauh dibandingkan dengan negara tujuan ekspor lainnya.
Dengan demikian, SIDO pede terhadap pemberlakuan tarif oleh Presiden AS Donald Trump yang tidak akan terlalu berpengaruh ke kinerja total ekspor perseroan.
“Pasar terbesar kami itu ada tiga, Malaysia, Filipina, Nigeria untuk ekspor. Timur tengah ada, cuman lebih kecil dari tiga itu. Terus terang, AS tidak terlalu besar [ekspor],” kata Budiyanto saat ditemui usai agenda Bisnis Indonesia Awards 2025, Senin (30/6/2025).
Untuk mengantisipasi dampak hilangnya pangsa pasar ekspor AS, pihaknya akan melakukan ekspansi ke pasar-pasar non tradisional atau negara baru yang belum dijangkau sebelumnya.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.