Bisnis.com, JAKARTA – Program pembelian obligasi oleh bank sentral Federal Reserve Amerika Serikat seakan menjadi penawar luka pasar saham Asia setelah didera aksi jual saham yang hebat. Tapi hati-hati volatilitas lebih lanjut.
Berdasarkan data Bloomberg, indeks MSCI Asia Pacific melonjak 4,8 persen pada perdagangan hari ini, Selasa (24/3/2020) pukul 3.58 sore waktu Hong Kong, menuju kenaikan terbesarnya sejak Oktober 2008.
Rally indeks MSCI di antaranya didorong lonjakan indeks Kospi Korea Selatan sebesar 8,6 persen setelah pemerintah Korsel mengumumkan langkah-langkah untuk menstabilkan pasar keuangan.
Selain itu, indeks Nikkei 225 Jepang menanjak 7,1 persen, penguatan terbesar sejak 2016, dan indeks Hang Seng Hong Kong naik tajam 4,5 persen.
Kondisi ini kontras dengan warna merah yang mendominasi bursa Asia pada perdagangan Senin (23/3/2020). Indeks saham acuan India dan Selandia Baru bahkan mencatatkan rekor pelemahannya menyusul pengumuman tentang lockdown nasional.
Sekonyong-konyong, pada hari itu, The Fed melancarkan kejutan dengan mengumumkan gelombang inisiatif kedua bernilai besar-besaran untuk mendukung perekonomian AS.
Baca Juga
Inisiatif yang dimaksud mencakup pembelian obligasi dalam jumlah tak terbatas guna menjaga biaya pinjaman tetap rendah serta menyiapkan program-program guna memastikan aliran kredit ke perusahaan-perusahaan juga pemerintah negara bagian dan lokal.
Sentimen pelonggaran kuantitatif yang tidak terbatas oleh The Fed spontan mendorong para pedagang untuk kembali memburu aset-aset berisiko.
Hampir seluruh mata uang di Asia Pasifik, termasuk dolar Australia dan won Korea Selatan, menguat tajam. Sebaliknya, dolar AS melemah terhadap banyak mata uang negara maju maupun berkembang.
“Putaran stimulus terbaru oleh The Fed menjadi gamechanger,” ujar Edward Moya, analis pasar senior di OANDA, seperti dilansir Bloomberg.
“The Fed telah melakukan tiga aksi besar pada Maret dan yang terbaru ini akan memuaskan semua orang, termasuk Presiden Trump,” tambahnya.
Menambah sentimen positif pada pasar, China berencana untuk mencabut lockdown di kota Wuhan, yang telah dikenai karantina massal sejak awal wabah virus corona.
“Pelemahan dolar AS banyak membantu,” tutur Steven Leung, direktur eksekutif di UOB Kay Hian (Hong Kong) Ltd. “Ini juga akan membantu mengurangi tekanan pada arus keluar modal di kawasan [Asia].”
Sementara itu, investor masih menantikan tercapainya kesepakatan bipartisan dalam Kongres AS mengenai rancangan undang-undang (RUU) stimulus terbesar dalam sejarah AS guna melawan dampak ekonomi dari virus corona.
Indeks futures S&P 500 AS melonjak 4,8 persen, mencerminkan spekulasi bahwa Kongres akhirnya akan meloloskan paket pengeluaran tersebut.
Namun beberapa veteran pasar termasuk founder Mobius Capital Partners LLP. Mark Mobius memperingatkan bahwa volatilitas dapat berlanjut pada pasar saham Asia.
“Ketika dampak ekonomi dari penutupan di seluruh dunia mulai menjalari ekonomi kemungkinan akan ada lebih banyak volatilitas. Penelitian kami menunjukkan bahwa rata-rata panjang pasar bearish adalah kurang dari dua tahun,” papar Mobius.