Bisnis.com, JAKARTA - Bursa Efek Indonesia menunggu realisasi pembelian kembali atau buyback oleh sejumlah korporasi untuk meningkatkan kepercayaan diri investor.
Aksi pembelian kembali saham melalui kas internal perusahaan tanpa melalui RUPS menjadi stimulus yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan melalui Surat Edaran OJK Nomor 3/SEOJK.04/2020 tanggal 9 Maret 2020 . Isi dari edaran itu utamanya merelaksasi pembelian kembali atau buyback dapat dilakukan tanpa terlebih dahulu memperoleh persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS).
Pasca diumumkannya relaksasi itu, puluhan emiten mulai dari berkapitalisasi mini hingga jumbo mengumumkan rencana untuk melakukan buyback saham. Setidaknya, sudah ada 46 perseroan yang telah menyampaikan rencana pelaksanaan aksi korporasi tersebut sampai dengan, Jumat (20/3/2020).
Beberapa emiten bahkan sudah mulai melaksanakan buyback terhitung sejak 13 Maret 2020. Namun, dampak dari aksi korporasi itu masih minim terhadap pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG). Bakan setelah aturan anyar ini keluar, IHSG masih terkoreksi 14,52 persen ke level 4.194,944.
Berdasarkan data Bloomberg sejumlah sekuritas yang ditunjuk menjadi pelaksana buyback emiten adalah PT Danareksa Sekuritas. Perusahaan pelat merah yang menjadi pelaksana pembelian kembali saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) itu masih mencermati kondisi pasar.
Bloomberg mencatat Danareksa Sekuritas tercatat melakukan pembelian BBRI senilai Rp119,79 miliar sepanjang 13 Maret 2020—20 Maret 2020. Adapun, total alokasi dana yang disiapkan oleh BBRI untuk buyback senilai Rp3 triliun.
Saham BBRI sendiri selama proses buybuck ini tercatat mengalami koreksi 24,46 persen. Total kapitalisasi pasar yang dimiliki senilai Rp346,60 triliun pada akhir perdagangan, Jumat (20/3/2020).
Akhir pekan lalu, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) juga ikut mengumumkan rencana buyback saham yang berlangsung mulai, Jumat (20/3/2020). Dalam aksi itu, perseroan menyiapkan alokasi Rp2 triliun dan menunjuk PT Mandiri Sekuritas sebagai pelaksana.
Pada sesi perdagangan Jumat (20/3/2020), Mandiri Sekuritas tercatat melakukan pembelian saham BMRI senilai Rp68,99 miliar. Namun, jumlah itu nampaknya belum mampu mengimbangi aksi jual investor asing yang tercatat membukukan net sell Rp171,24 miliar hingga penutupan perdagangan.
Pergerakan BMRI harus ditutup dengan koreksi mendekati batas auto reject bawah (ARB) 7 persen. Laju bank pelat merah berkapitalisasi Rp208,13 triliun itu turun 6,89 persen ke level Rp4.460 pada perdagangan, Jumat (20/3/2020).
Direktur PT Anugerah Mega Investama, Hans Kwee menilai saat ini para emiten yang telah mengumumkan aksi buyback saham masih menyimpan tenaga dalam mengeksekusi aksi korporasi tersebut. Pasalnya, kondisi ketidapastian yang ditimbulkan oleh COVID-19 belum menemukan titik terang.
Hans menyebut emiten mengatur pembelian kembali saham sesuai dengan alokasi dan garis waktu yang dimiliki. Apalagi, batasan realisasi buyback yang dimiliki sepanjang tiga bulan ke depan.
“Dalam realisasinya, biasanya emiten mencari harga bagus karena harus untung juga. Kalau koreksi besar, mereka masuk ke pasar untuk membeli,” jelasnya kepada Bisnis, Jumat (20/3/2020).
Hans menekankan aksi buyback bertujuan memberikan sinyal kepada pasar bahwa saham sudah diperdagangkan dengan harga murah atau di bawah nilai wajar perusahaan. Tujuan aksi korporasi itu menurutnya mengerek harga dan dengan sendirinya meningkatkan nilai pemegang saham.
Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo Prasetio menilai saat ini merupakan momentum yang tepat bagi emiten untuk merealisasikan program buyback. Apalagi, saat ini harga saham sejumlah emiten, khususnya BUMN, juga sudah terkoreksi banyak.
Frankie menyebut saat ini sulit memprediksi bottom dari pasar. Akan tetapi, terdapat keuntungan apabila membeli saham bagus di level valuasi yang murah.
“Penurunan adalah kesempatan emas untuk membeli lagi dan dalam jangka panjang investor akan bahagia dengan hasil investasinya,” paparnya.
Senior Vice President Research PT Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial mengatakan penurunan IHSG saat ini masih tertahan oleh limit ARB sebesar 7 persen. Sementara, di pasar saham regional, penurunan sempat terjadi di atas 10 persen.
“Artinya, IHSG masih bisa turun lagi potensi ke arah 3.500—3.800,” ujarnya.
Dia menjelaskan saat ini investor lebih cenderung memegang uang tunai atau cash. Instrumen itu kini lebih berharga dibandingkan dengan emas.
Seluruh investor atau fund manager, lanjut dia, mencari jalan keluar dengan melikuidasi aset-aset finansial yang likuid. Hal ini sangat berdampak negatif ke emerging market termasuk IHSG.
“Selama vaksin [Covid-19] tidak ketemu, orang tetap pegang cash. Jadi untuk sementara sampai IHSG sudah deket bottom, jangan buru-buru buyback,” imbuhnya.
Di lain pihak, Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk. Vidjongtius mengatakan dana yang disiapkan oleh perseroan sekitar Rp1 triliun untuk buyback saham. Menurutnya, proses sedang berjalan dan akan terus dimonitor.
“[Tujuan buyback] yakni ikut membantu pasar modal kita yang sudah turun banyak padahal fundamental banyak emiten masih baik,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, akhir pekan lalu.