Bisnis.com, JAKARTA - Harga emas sepanjang pekan ini bergerak secara anomali. Pernah menyentuh US$1.700 per troy ounce lalu terhempas ke level US$1.500 per troy ounce.
Emas yang tergolong aset safe haven biasanya bertolak belakang dengan pergerakan aset berisiko seperti saham. Namun, pada akhir pekan, laju harga emas malah segendang sepenarian dengan pasar saham.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Jumat (13/3/2020) hingga pukul 18.27 WIB, harga emas berjangka di bursa Comex untuk kontrak April 2020 melemah 0,18 persen ke level US$1.587,4 per troy ounce.
Padahal, pada perdagangan awal pekan ini emas berhasil menyentuh level tertingginya dalam tujuh tahun terakhir di kisaran US$1.700 per troy ounce.
Pada pekan ini, harga emas telah turun 5,15 persen dan menetap di zona merah selama empat hari berturut-turut. Sementara itu, sepanjang tahun berjalan 2020 emas telah bergerak menguat 4,22 persen.
Adapun, penurunan emas pada pekan ini menjadi sebuah anomali karena terjadi di saat pasar saham di seluruh dunia dalam tekanan.
Baca Juga
Lalu yang menjadi pertanyaan, kemana investor bersandar saat ini jika aset berisiko dihindari begitupun juga aset investasi aman?
Analis Monex Investindo Futures Ahmad Yudiawan mengatakan penurunan harga emas pada perdagangan kali ini akibat aksi ambil untung oleh investor seiring dengan harga yang sudah menyentuh level tertingginya pada pekan ini.
“Belakangan ini emas sudah terlalu sangat mahal, apalagi emas batangan yang harganya sentuh level tertinggi sepanjang sejarah. Investor menjual emas untuk mengambil keuntungan ketika mereka membelinya di harga yang murah,” ujar Yudi saat dihubungi Bisnis, Jumat (13/3/2020).
Dia mengatakan emas terpantau akan kembali menguji level US$1.580 per troy ounce. Namun, level support terdekat emas saat ini berada di kisaran US$1.583 per troy ounce, yang jika berhasil ditembus oleh emas dapat mendorong logam mulia tersebut melanjutkan penurunan.
Sebaliknya, jika level tersebut gagal ditembus oleh emas, maka harga berpotensi kembali menguji level US$1.700 per troy ounce.
Beralih ke Cash
Selain itu, aksi jual emas untuk mengimbangi kerugian yang dialami investor dari anjloknya pasar saham, juga menjadi salah satu faktor utama emas bergerak turun. Pasar berlomba-lomba untuk melikuidasi emasnya karena khawatir persediaan uang tunai berkurang karena perlambatan ekonomi global semakin nyata.
Senada, Analis Capital Futures Wahyu Laksono mengatakan bahwa saat semua investor mengalami kerugian, margin call stock market, ataupun tuntutan pembayaran hutang, sehingga uang tunai atau dolar AS semakin dibutuhkan oleh AS.
“Ada saat nya aset yang paling dibutuhkan adalah dolar AS sehingga emas pun dijual untuk pembayaran berdenominasi dolar AS sehingga konsekuensinya dolar AS langka, inilah yg disebut kelangkaan likuiditas,” ujar Wahyu kepada Bisnis, Jumat (13/3/2020).
Virus corona atau covid-19 yang menjadi sentimen utama pasar saat ini, kata dia, menggambarkan seberapa cepat krisis dunia dapat berubah menjadi krisis finansial. Langkah penciptaan likuiditas darurat oleh The Fed, seperti kembali untuk melakukan kebijakan pemangkasan suku bunga mencerminkan seberapa besar tekanan pasar saat ini.
Wahyu pun menjelaskan anomali pergerakan emas saat ini pernah terjadi pada situasi 2008 lalu, ketika krisis keuangan tepatnya Maret hingga Oktober, ketika emas menembus level US$1.000 per troy ounce pertama kali lalu langsung anjlok ke US$681 per troy ounce.
Namun, pada akhirnya emas tetap terbang kembali ke level yang lebih tinggi. Dengan demikian, emas masih akan bergerak menguat dalam jangka panjang bahkan berpotensi menembus US$1.800 per troy ounce pada tahun ini.