Bisnis.com, JAKARTA – Pasar diperkirakan berpeluang mengalami rebound pada pekan ini. Analis memberi rekomendasi beli ketika pasar mengalami pelemahan berkelanjutan.
Direktur PT Anugrah Mega Investama Hans Kwee menjelaskan data penyebaran virus corona belum mengkonfirmasi puncak kasus yang terjadi. Namun, dia menilai pasar pada pekan ini akan rebound seiring penurunan yang terjadi hampir selama sepekan ini mulai memberikan tanda-tanda kenaikan.
“Pelaku pasar kami rekomendasikan melakukan pembelian ketika pasar melemah seperti sekarang ini. Area support indeks harga saham gabungan [IHSG] adalah di level 5.843 sampai 5.767 dan resistance di level 5.929 sampai 6.013,” katanya melalui riset dikutip pada Senin (17/2/2020).
Dia mengatakan bahwa pada awal pekan lalu pasar sempat menguat setelah Komisi Kesehatan Nasional China melaporkan tambahan kasus baru virus corona dengan tren melambat, mencatat tambahan terendah sejak akhir Januari.
Hal ini, lanjutnya, menunjukkan optimisme bahwa penyebaran virus korona sudah mulai mampu di atasi. Selain itu otoritas China juga mengambil berbagai lagnkah kebijakan untuk menahan penurunan ekonomi Negara tersebut akibat virus corona.
Akan tetapi, pada pertengahan pekan lalu China mengkonfirmasi telah terjadi 15.152 kasus baru dan 254 kematian tambahan. Hal ini membuat total korban meninggal menjadi 1.367 dan jumlah orang yang terinfeksi virus corona naik banyak hampir 60.000.
“Jumlah kasus baru bisa meningkat banyak karena Otoritas kesehatan di Provinsi Hubei telah mengubah metode pelaporan kasus. Hal ini membuat kekawatiran kembali memuncak di bursa global dan regional,” ujarnya.
Di sisi lain, Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva telah mengatakan bahwa jenis virus corona baru itu ‘jelas lebih berdampak’ pada ekonomi dunia ketimbang epidemi SARS 2002—2003. Pasalnya, China punya berkontribusi 17 persen terhadap ekonomi global. Sementara itu, ketika SARS mewabah, ekonomi China hanya berkontribusi sekitar 4 persen terhadap ekonomi global.
Peneliti untuk pemerintah China menyatakan bahwa wabah virus corona diperkirakaan dapat mengurangi 1 persentase tingkat pertumbuhan ekonomi China pada 2020. S&P Global Ratings juga menurunkan perkiraan pertumbuhan China pada 2020, dari sebelumnya 5,7% menjadi 5% akibat virus corona.
“Dampak ekonomi dari virus corona akan sangat diperhatikan pelaku pasar dan menjadi tekanan bagi pasar keuangan dunia bila wabah corona belum dapat ditanggulangi. Meningat cukup banyak produk yang Indonesia beli dari China maka dampak corona akan punya pengaruh pada perekonomian kita,” jelasnya.
Namun demikian, penasihat kesehatan China telah menyatakan bahwa virus corona diperkirakan akan segera mencapai puncaknya dan diperkirakan akan berakhir pada April. Menurutnya, saat virus corona mencapai puncak dan mulai turun adalah waktu pasar keuangan dunia kembali akan menguat.
“Sempat menunjukan trend tersebut diawal pekan tetapi perubahan metode perhitungan telah merubah trend tersebut. Tetapi pernyataan WHO yang mengkawatirkan jumlah kasus virus korona di luar China mungkin merupakan fenomena "puncak gunung es" juga menjadi perhatian pasar,” katanya.
Sementara itu, data FactSet menunjukan sekitar 77 persen emiten dalam Indeks S&P 500 telah melaporkan kinerja keuangan. Dari data itu sebanyak 72 persen di antaranya memberikan kinerja lebih baik dari perkiraan para analis. Hal ini menjadi sentiment positif bagi pasar.
Dari dalam negeri, lanjutnya, pekan ini pasar juga terpengaruh oleh berita simpangsiur terkait permintaan roll over oleh beberapa perusahaan asuransi. Beberapa tulisan menunjukan permintaan perusahaan kepada pihak pemasar agar nasabah melakukan roll over selama 6 bulan kedepan dan tidak dapat melakukan pencairan dana biarpun sudah jatuh tempo.
Dia menjelaskan beberapa alasan dikemukakan, tetapi salah satunya akibat rush oleh pihak nasabah. Namun, berita ini sudah dibantah oleh pihak perusahaan terkait. Menurutnya, pelaku pasar, khususnya nasabah perusahaan asuransi terkait, sebaiknya tetap tenang karena aksi rush serentak dan besar akan menimbulkan masalah.
“Bila terjadi rush perusahan terpaksa menjual aset atau surat berharga dalam portofolio dengan cepat. Dan bila terjadi di kondisi pasar yang tidak baik atau kondusif seperti sekarang ini, maka akan menyebakan penurunan harga aset atau surat berharga yang di jual. Dan ini menimbulkan kerugian bagi perusahaan, nasabah, dan industri keuangan,” jelasnya.