Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RD Pendapatan Tetap Berbasis SUN Bakal Kian Cemerlang

Investor yang memilih SUN sebagai aset dasar utama dikarenakan likuiditasnya yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan obligasi korporasi.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA – Menjadikan Surat Utang Negara (SUN) sebagai aset dasar pada reksa dana pendapatan tetap dinilai ideal dilakukan saat ini, karena risiko yang rendah dan sentimen positif dari dalam negeri yang mendukung nilai obligasi negara.

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, tiap investor memiliki kebutuhan tersendiri akan Surat Utang Negara dan obligasi korporasi dalam membentuk portofolio reksa dana pendapatan tetap (fixed income).

Umumnya, investor yang memilih SUN sebagai aset dasar utama dikarenakan likuiditasnya yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan obligasi korporasi.

Keuntungan lain dari SUN sebagai aset dasar adalah risiko investasi yang rendah. Hal ini karena volatilitas yang terjaga sehingga potensi gagal bayar pun cenderung minim.

“Meski begitu, SUN tidak selalu aman setiap saat. Risiko kerugian harga juga masih tetap ada. Instrumen ini lebih banyak digunakan untuk jual dan beli,” katanya.

Sementara itu, investor yang memilih obligasi korporasi umumnya adalah investor yang mengutamakan kupon yang lebih tinggi dan tingkat likuiditas yang lebih rendah. Mereka umumnya mengincar kupon yang tinggi tersebut karena menganut strategi buy and hold dalam berinvestasi.

Ia melanjutkan, kupon yang dikeluarkan korporasi dalam seri obligasi amat bergantung pada peringkat utang perusahaan tersebut. Semakin rendah rating yang didapat, maka kupon obligasi akan semakin tinggi. Hal inilah yang biasanya menjadi incaran para investor.

“Tetapi setinggi apapun rating obligasi sebuah perusahaan, kuponnya akan selalu diatas angka dari SUN yang ditawarkan pemerintah,” terangnya.

Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat mengatakan untuk saat ini, penggunaan obligasi korporasi sebagai aset dasar dalam berinvestasi dinilai kurang tepat. Pasalnya, saat ini tingkat ketidakpastian global masih cukup tinggi, sehingga menimbulkan perlambatan pada sejumlah bidang usaha.

Selain itu, risiko kredit (credit risk) yang ditimbulkan dari obligasi korporasi juga terbilang lebih besar bila dibandingkan dengan SUN milik pemerintah. Investor juga akan mempertanyakan tata kelola perusahaan yang mengeluarkan obligasi sebagai pertimbangan lainnya.

Ia menambahkan, saat ini menggunakan SUN sebagai aset dasar dalam reksa dana pendapatan tetap prospeknya lebih menjanjikan bila dibandingkan dengan menggnakan obligasi korporasi. Pasalnya, kondisi suku bunga acuan sangat mendukung untuk membeli surat utang untuk mendapatkan keuntungan sebesar mungkin.

Selain itu, kondisi perekonomian Indonesia seperti nilai tukar Rupiah yang stabil serta inflasi yang relatif terjaga juga turut mendukung minat investor terhadap surat utang yang dikeluarkan pemerintah.

“Keuntungan maksimal ini bisa didapatkan apabila investor membeli obligasi negara dengan tenor yang panjang. Durasi jatuh tempo yang panjang memberikan duration advantage bagi para investor untuk memaksimalkan capital gain. Meski demikian, pihak kami juga menyesuaikan portofolio yang disusun sesuai dengan profil para investor,” jelasnya.

Secara terpisah, Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich mengatakan, prospek reksa dana pendapatan tetap tahun ini positif. Ekspektasi ini didukung oleh inflasi yang stabil dan harga minyak rendah serta capital inflow kuat yang turut mendukung nilai tukar Rupiah.

“Selain itu, credit profile pemerintah yang stabil dan low interest rate environment secara global juga mendukung kinerja reksa dana pendapatan tetap. Kami perkirakan kinerja pada tahun ini sekitar 8 persen hingga 9 persen,” ujarnya.

Ia melanjutkan, pihaknya memiliki reksa dana berbasis SUN, Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), dan juga obligasi korporasi.

Untuk yang berbasis SUN, ia mengatakan pihaknya memiliki minat tinggi pada SUN seri benchmark dengan tenor lima tahun. Pasalnya, seri-seri tersebut menjadi underlying untuk Exchange traded Fund (ETF) Obligasi perusahaannya.

Kebijakan serupa juga berlaku untuk reksa dana pendapatan tetap berbasis SBSN. Menurutnya, seri benchmark baik pada SUN maupun SBSN memiliki likuiditas yang lebih baik sehingga dapat memaksimalkan capital gain dengan lebih optimal.

Sementara itu, untuk obligasi korporasi , pihaknya lebih banyak memilih obligasi perbankan dan beberapa BUMN. Hal tersebut dilakukan guna mencari risiko kredit yang lebih rendah dan imbal hasil (yield) yang lebih tinggi dari SUN.

Hal senada juga diungkapkan Direktur PT Panin Asset Management Rudiyanto. Menurutnya, prospek reksa dana pendapatan tetap tahun ini masih tetap baik karena faktor tren penurunan suku bunga dan Inflasi terkendali yang menjadi faktor pendorong lain bagi obligasi.

Untuk produk reksa dana pendapatan tetap sendiri, pihak Panin AM memiliki tiga jenis reksa dana terkait obligasi pemerintah dan korporasi berbeda yaitu, Panin Dana Utama Plus 2 yang alokasi sebesar 30 hingga 50 persen di obligasi korporasi.

Selanjutnya, Panin Dana Pendapatan Berkala dengan alokasi obligasi korporasi sebanyak 50 persen hingga 70 persen di korporasi, serta Panin Dana Pendapatan Utama sebesar 80 hingga 95 persen di obligasi korporasi.

“Sisa alokasinya kami campur dengan SUN dan pasar uang,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper